Salah satu masalah terbesar dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia adalah masalah profesionalisme guru. Statistik tentang kelayakan guru mengajar sangat mencemaskan. Dari kualifikasinya saja sebagian besar guru-guru kita tidak layak mengajar. Itulah sebabnya pemerintah berusaha keras untuk meningkatkan kualifikasi mengajar mereka dengan anggaran pendidikan 20% tersebut.
Tapi itu baru sebagian dari masalah. Ada masalah yang juga sama besarnya tapi belum pernah dipikirkan solusinya secara sungguh-sungguh, praktek guru yang digaji fulltimer tapi bekerja parttimer. Selagi pandangan umum menyatakan bahwa profesi guru atau dosen adalah profesi yang paling sedikit penghargaannya dan paling kecil gajinya, banyak fakta yang menunjukkan bahwa jika dihitung-hitung sebenarnya guru di Indonesia justru dibayar terlalu tinggi karena jam kerjanya yang terlalu sedikit. Tak percaya?
Cobalah masuk ke sekolah-sekolah publik kita dan tanyakan berapa hari seorang guru bekerja dan Anda akan menemui kenyataan bahwa guru tidak datang ke sekolah setiap hari sebagaimana profesi lain. Mereka hanya datang jika ada jam mengajar dan itu bisa berarti kadang-kadang hanya 2 atau 3 hari dalam seminggu. Kalau pun mereka datang mereka juga tidak ‘fulltime’ mulai jam 8 sampai jam 4 sore seperti profesi lain, melainkan hanya pada saat mengajar saja. Dan itu bisa berarti beberapa jam saja.
Saya punya teman guru yang kebetulan jam mengajarnya hanya sedikit, 12 jam seminggu (ada yang lebih sedikit dari itu). Jangan berpikiran bahwa 12 jam itu 12 x 60 menit, tidak. 12 jam tersebut adalah 12 jam
pelajaran dan 1 JP adalah 45 atau 40 menit saja. Jadi kalau 12 JP sama dengan 12 X ¾ jam = 8 jam. Dan ia benar-benar hanya datang ketika ada jam mengajar saja yang sudah diatur agar bisa cukup dua hari saja dalam semingu. Selebihnya ia menjadi ‘ronin’ dengan mengajar dimana-mana.
Jadi meski resminya ia adalah guru PNS di sekolah dimana ia ditugaskan tapi ia justru lebih banyak di luar sekolah pada jam-jam kerja. Enak kan! Ia adalah guru tetap yang ‘tidak tetap’! Guru yang dibayar oleh
negara sebagai pekerja penuh waktu yang bekerja hanya paruh waktu. Tapi ia tidak sendirian. Saudara saya yang menjadi dosen di PTN ternyata lebih banyak nongkrong di rumah ketimbang di kampusnya. Alasannya sama, ia hanya wajib datang pada saat tugas mengajarnya yang ternyata hanya dua hari dalam seminggu.
Berdasarkan pemantauan saya ke berbagai daerah, praktek datang hanya pada jam mengajar ini ternyata merupakan praktek yang umum di mana-mana. Tak ada satupun sekolah menengah yang saya kunjungi
menerapkan jam kerja 40 jam seminggu sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan jam kerja PNS. Alasannya? Karena sudah merupakan ‘konvensi’. Praktek tersebut di’legal’kan karena alasan gaji guru/dosen kecil sehingga guru dan dosen ‘berhak’ dan diberi kesempatan oleh pemerintah untuk ‘moonlighting’ alias nyambi. Dan ini praktek yang dilakukan secara ‘nasional’ lho! Rasa-rasanya hanya di Indonesia guru PNS diperbolehkan untuk ‘moonlighting’. Tak ada praktek semacam ini terjadi di berbagai negara lain yang pernah saya kunjungi. Setiap guru sekolah hanya mengabdi pada satu sekolah secara penuh waktu. Berapa gaji teman saya sebagai PNS? Ia bilang bahwa gajinya sebagai PNS
itu kecil dan ia hanya terima sekitar 2 juta sebulan. Tapi kalau melihat kecilnya jam kerjanya maka sebetulnya gaji 2 juta tersebut terlalu tinggi. Seorang guru baru di Malaysia memperoleh gaji sekitar
4,5 juta jika kita kurskan ke rupiah. Para guru yang saya beritahu selalu berkomentar bahwa gaji guru Malaysia jauh lebih tinggi daripada mereka. Tapi ada fakta lain yang tidak mereka ketahui, Para guru di
Malaysia harus bekerja 40 jam seminggu. Benar-benar 40 jam seminggu mulai jam 8 pagi sampai dengan jam 4 sore. Persis seperti karyawan perusahaan lainnya. Jadi kalau dibandingkan sebenarnya gaji guru di
Indonesia jauh lebih tinggi ketimbang gaji guru di Malaysia. Gajinya memang tidak sampai 1/2 dari gaji guru Malaysia tapi jam kerjanya hanya 1/5. Hanya kepala sekolah atau pejabat struktural kampus yang datang setiap hari. Lainnya menikmati praktek ‘gaji fulltimer kerja parttimer’ ini. Enak kan! Guru-guru di Malaysia dan Singapura yang saya beritahu tentang praktek ‘moonlighting’ di Indonesia ini merasa heran dan tak habis pikir bagaimana praktek semacam ini bisa dilakukan dalam skala nasional. Kalau Anda mengira mereka akan berkomentar, :”Enak ya guru di Indonesia karena jam kerjanya sedikit.” Anda akan kecewa karena komentar mereka justru “Bagaimana sekolah nak berkualiti bila cik gu tak turun setiap hari? Siapa yang urus tu budak-budak?” demikian komentarnya.
Guru yang paling banyak jam kerjanya ternyata adalah guru SD. Mereka harus datang setiap hari karena sebagian besar dari mereka adalah guru kelas (meski di banyak sekolah sudah mulai menerapkan guru bidang studi sehingga praktek ‘moonlighting’ ini juga sudah masuk ke guru SD juga).
Dengan menjadi guru kelas mereka tidak mungkin tidak hadir tiap hari. “Siapa yang urus tu budak-budak?”.
Meski demikian jam kerja guru SD yang paling maksimal pun sebenarnya masih di bawah ketentuan kewajibannya. Rata-rata jam belajar SD hanya 5 – 6 jam sehari dan pada hari Jum’at lebih sedikit lagi. Para guru juga mendapat ‘cuti’ atau liburan yang jauh lebih banyak ketimbang PNS atau karyawan swasta lainnya. Dalam bulan puasa seperti ini libur sekolah bisa mencapai 40 hari! Itu belum lagi libur semester dan kenaikan kelas. Setiap kali siswa libur mereka juga libur. Kan sekolah tutup! Paling juga ada kerja piket beberapa hari.
Tapi bukankah tugas guru bukan hanya mengajar? Guru kan juga membuat persiapan, memeriksa pekerjaan rumah siswa, membuat laporan, ikut MGMP, dll…dll.. Itu semua harus dihitung dong!
Alasan yang bagus. Sayang sekali bahwa praktek itu cuma teori saja. Sangat jarang ada guru yang membuat persiapan mengajar dan hanya guru-guru di sekolah swasta yang bagus saja yang menekankan pentingnya persiapan bagi guru sebelum masuk kelas. Guru-guru di sekolah publik kita rata-rata tidak membuat persiapan, tidak memberikan tugas PR secara rutin (sehingga tidak ada yang perlu diperiksa kan?), tidak membuat laporan secara rutin, dan juga tidak mengikuti kegiatan MGMP secara rutin (lha wong kegiatannya sendiri nggak ada kok dan yang ada cuma kongkow-kngkow!).
Seorang teman yang mengajar di sekolah swasta prestisius dengan gaji yang cukup ternyata masih tertarik untuk menjadi guru PNS. Apa alasannya? Banyaknya waktu luang yang dimiliki oleh guru PNS! Dengan waktu luang tersebut ia merasa yakin dapat melakukan lebih banyak bagi perkembangan profesinya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan pendidikan di luar sekolah. Ini idealisme dalam bentuk lain memang tapi ini menunjukkan bahwa dengan menjadi guru PNS, walaupun gajinya lebih rendah, jam kerjanya lebih sedikit dan tuntutan profesionalismenya sangat rendah. Meski semua guru yang saya kenal mengakui adanya praktek ini dan tahu bahwa ini sebenarnya bertentangan dengan peraturan kepegawaian dimana mereka wajib bekerja di sekolah selama 40 jam/minggu, mereka tetap merasa bahwa praktek tersebut adalah wajar karena gaji guru itu kecil dan mereka tidak bisa hidup dengan hanya mengajar di satu sekolah. Lagipula kalau mereka tidak mengajar di sekolah swasta maka akan tidak akan ada guru yang bisa mengajar di sekolah swasta tersebut karena kurangnya guru di daerah. Selalu ada alasan kuat untuk melakukan praktek tersebut. Apa yang hendak Anda katakan untuk menghentikan praktek ini jika alasan yang diberikan adalah alasan perut dan demi ‘kemanusiaan’? Tak ada kepala daerah, apalagi kepala sekolah, yang berani bersikap tegas dalam hal ini karena ia akan dianggap tidak berprikemanusiaan alias ‘raja tega’ terhadap guru yang terlanjut dianggap bergaji rendah dan ‘tidak manusiawi’. Situasi ini nampaknya benar-benar dimanfaatkan oleh para guru untuk kepentingan pribadi mereka, meski sebenarnya mereka juga paham bahwa kondisi seperti inilah yang sebenarnya membuat kualitas pendidikan di negara kita semakin lama semakin merosot dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Kita mengalahkan sebuah kepentingan nasional, kepentingan bangsa dan negara, demi kepentingan perut yang tidak jelas argumentasinya. Sampoerna Foundation yang memiliki program peningkatan kualitas sekolah di berbagai di daerah menghadapi kesulitan dengan praktek ‘guru tetap dengan jam kerja tidak tetap’ ini. Bagaimana mungkin kita bisa menjadikan sebuah sekolah menjadi sebuah sekolah yang berkualitas dan setara dengan sekolah-sekolah berkualitas di negara-negara lain jika gurunya saja tidak dapat berkomitmen untuk benar-benar mencurahkan waktu dan kompetensinya kepada sekolah dimana ia mengajar? Sedangkan dengan mengerahkan semua waktu dan kapasitas kita untuk benar-benar berdedikasi ke sekolah kita mengajar saja belum tentu kita bisa bersaing dengan sekolah di negara lain yang sudah maju, apalagi dengan pola kerja yang ‘part timer’ seperti itu. Bahkan banyak guru enggan
menyisihkan waktunya untuk kursus atau pelatihan gratis demi peningkatan profesionalisme mereka. Pola pikir bekerja sesedikit mungkin untuk honor sebesar mugkin telah menjadi virus yang berbahaya pada guru-guru kita. Para kepala daerah dan kepala sekolah pun nampaknya tidak berdaya dengan praktek yang telah berlangsung lama ini. Di Malaysia dan Singapura, semua pekerjaan tambahan di luar tugas
mengajar tidak memberikan privilege bagi guru untuk pulang ke rumah dan mengerjakannya di rumah. Guru harus tetap berada di sekolah dan melakukan itu semua di sekolah. Jadi tidak boleh pulang lebih awal dengan alasan ‘lebih nyaman membuat persiapan di rumah. Soalnya disambi masak dan mengerjakan tugas rumah tangga lain’, umpamanya. Guru harus tetap berada di sekolah sampai jam kerja habis dan kalau mau mengerjakan tugas sekolah secara ekstra di rumah ya silakan. Guru bekerja secara penuh waktu di sekolah dan mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah. Mau membuat lesson plan di sekolah, mengoreksi PR siswa ya di sekolah, membuat portofolio ya di sekolah. Pokoknya tidak ada alasan untuk pulang ke rumah lebih awal dari ketentuan jam kerja dengan alasan mengerjakan tugas sekolah.”It’s unprofessional’, kata mereka. Memang profesionalisme itulah yang tidak kita miliki di dunia pendidikan dan membuat kualitas pendidikan kita menjadi terus merosot dari tahun ke tahun. (Nilai UNAS yang naik dari tahun ke tahun tolong jangan dipakai sebagai patokan dalam menilai profesionalisme guru. “Kagak ade hubungannye.”) Dan itulah yang sedang diusahakan dengan dibuatnya UU Guru dan Dosen. Suatu tantangan yang sangat berat mengingat para guru justru tidak paham dengan tujuan dan tuntutan dari UU tersebut dan mengira bahwa tunjangan dan kesejahteraan bagi guru otomatis akan mereka peroleh begitu persyaratan formal seperti yang tertera dalam UU tesebut dapat mereka penuhi. Bagaimana dengan profesionalisme?
Mudah-mudahan jawabannya bukan “Kagak ade hubungannye.”
Balikpapan, 20 Oktober 2006
Satria Dharma
farid
Jan 24, 2007 @ 15:56:35
Mbok kalo menilai sesuatu itu jangan secara parsial aja. coba direnungi secara holistik. berapa banyak guru dan dosen yang nyambi ?? berapa sih gaji mereka untuk gaji yang mereka dapatkan saat ini jika tidak nyambi. apa bisa menghidupi keluarga ?? apa bisa menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke pendidikan tinggi ?? kalo melihat di malysia dengan gaji yang mereka dapatkan yah wajar bisa kerja full time. sudah saatnya kita memperhatikan nasib mereka. Terlalu banyak “Oemar Bakrie” yang masih mengengkoli sepeda mereka hanya untuk bisa menunaikan kemajiban mendidik. coba tengok ke pelosok negeri yang kiranya teknologi pun sulit dijangkau. Apakah pernah kita memikirkannya ??????
Tulisan ini hanya ingin menggugah kita, sudah saatnya kita memperhatikan mereka, bukan hanya pepesan kosong yang diberikan. tahu makanan segar yang layak yang bisa di pepes dan nikmati bersama keluarga mereka.
Eko Wijayanto
Jan 06, 2012 @ 04:56:05
komentar saya, anda orang gila yang tak tahu terima kasih. Anda bisa baca tulis karena guru bukan karena babu, anda bisa tulis artikel ini juga hasil dari guru. beban mengajar guru Indonesia itu sudah lebih dari cukup, tiap rombel itu idealnya terdiri 15-18 siswa, tapi di Indonesia tiap rombel diisi 30-40 siswa.
karena itu disesuailan daya tampung yang disediakan pemerintah. sekarang ada sertf, para guru harus 24 jam/mg, kalau itu dikalikan dengan daya tampung ideal berarti 2 kali lipat (48 jam).Makanya jangan asal komentar, pekerjaan guru bukan hanya mengajar, segala se4suatu yang berkaitan dengan pelajaran juga banyak. Kalau pegawai lain kerjanya insidental. Masalah libur jangan salah, guru tidak ada cuti tahunan dan tidak ada cuti umum,kalau dihitung lebih banyak ctinya peg. lain. kalau anda iri dengan guru cobalah jadi guru biar tahu dan jangan anak anda sekolah yang diajar guru, ajarlah sendiri, bisa tidak???!!!
Eddy pun berkata
Feb 04, 2007 @ 06:41:58
Membaca tulisan anda, sepertinya anda orang frustasi dalam dunia pendidikan, tapi bukan berarti anda tidak berhasil dalam pendidikan, jangan-jangan anda pernah meminang seorang guru yang gak kesampean hehehehe, terbukti anda menilai segala sesuatu dari sudut negatif.
Anda sepertinya termasuk orang yang sukar menyatukan pola berfikir, karena dua sisi yang bertentangan anda gunakan sebagai argumen sekaligus sebagai dasar pertentangan khan jadi bingung ngikutin nya hehehehe, anda bingung juga kali yaaa…..
coba perhatikan :
” Saya punya teman guru yang kebetulan jam mengajarnya hanya sedikit, 12 jam seminggu (ada yang lebih sedikit dari itu). Jangan berpikiran bahwa 12 jam itu 12 x 60 menit, tidak. 12 jam tersebut adalah 12 jam
pelajaran dan 1 JP adalah 45 atau 40 menit saja. Jadi kalau 12 JP sama dengan 12 X ¾ jam = 8 jam. Dan ia benar-benar hanya datang ketika ada jam mengajar saja yang sudah diatur agar bisa cukup dua hari saja dalam semingu.”
Dari segi ini anda menghitung orang bekerja hanya pada saat didepan kelas saja, pola fikir seperti ini akan sangat berbahaya, dan semua orang atau semua lapangan kerja akan menjadi bubar, karena pada saat nya anda akan membandingkan dengan orang yang pekerjaannya “DRIVER” yang hanya mengemudikan kendaraan, dan dihitung kerjanya pada saat didepan kemudi, bahayanya kalau anda bandingkan juga dengan “Eksekutor” penembak mati pada bidang hukum, maka anda harus menghitung dia hanya bekerja “lima menit” dalam satu tahun, karena kalau mengikuti pola fikir anda dia harus membunuh/menghukum sepanjang masa kerjanya, maka dapat dipastikan dalam waktu 1 tahun dengan pegawai dengan job tersebut akan menghabiskan seluruh penduduk Indonesia, hehehehe.
Saya juga tidak percaya kalau :
” Seorang guru baru di Malaysia memperoleh gaji sekitar
4,5 juta jika kita kurskan ke rupiah. Para guru yang saya beritahu selalu berkomentar bahwa gaji guru Malaysia jauh lebih tinggi daripada mereka. Tapi ada fakta lain yang tidak mereka ketahui, Para guru di
Malaysia harus bekerja 40 jam seminggu. Benar-benar 40 jam seminggu mulai jam 8 pagi sampai dengan jam 4 sore ” juga mengajar sepanjang masa kerjanya di depan kelas seperti yang anda beberkan karena saya juga banyak teman yang kebetulan berprofesi sebagai guru di Malaysia tidak seperti yang anda tuliskan, sebagai contoh, ” Teman saya Guru Biologi pada Sekolah Setara SMA di Indonesia, Jumlah Guru Biologi di sekolah sebanyak 5(lima) orang, Jumlah Rombongan Belajar di sekolah itu adalah 15 (lima belas) rombongan belajar (masing-masing 5 rombongan belajar tiap level nya) kalau jumlah jam belajar disana 40 jam perminggu, maka jumlah jam mengajar di sekolah itu keseluruhannya 15 X 40 jam pelajaran = 600 jam pelajaran, jika jumlah guru yang ada 5 (lima) orang, maka jumlah jam kerja perminggu ke lima guru tersebut 5 X 40 jam pelajaran, ini berarti (kalau benar yang anda paparkan pada tulisan anda, yang maknanya anda jujur dalam menulis dan jujur menyampaikan data) kurikulum pendidikan sekolah menengah di Malaysia melaksanakan sepertiga beban belajarnya pada pelajaran Biologi, sekali lagi saya jadi bingung dengan logika berfikir yang anda paparkan, hehehehe.
Semoga pola berfikir seperti yang anda lakukan di Indonesia hanya ada pada anda seorang, tidak mencapai separuh dari warga Indonesia, karena kalau itu terjadi maka Indonesia akan merana, menanti kehancuran dengan pola fikir yang jungkir balik, terlebih kalau anda menjadi seorang pemimpin, wah bisa jadi apa negara kita.
Mohon maaf kalau dalam penuangan pola berfikir saya yang kurang memahami pola fikir ilmiah ini kurang sesuai dengan para pembaca, terima kasih.
Satria Dharma
Feb 04, 2007 @ 07:38:43
Bung Eddy ini tidak membaca dengan cermat. Dia tidak melihat penggunaan istilah yang berbeda antara ‘bekerja’ dan’mengajar’ sehingga dibolak-baliknya. Di Malaysia guru bekerja 40 jam seminggu, bukan mengajar 40 jam seminggu. Jika mereka tidak mengajar maka mereka tetap harus berada di sekolah dan tidak boleh pulang ke rumah meski dengan alasan untuk mengoreksi pekerjaan siswa. Sebaliknya, di Indonesia para guru tidak berada di sekolah jika tidak ada jam mengajar.
sigit
Jul 15, 2011 @ 13:50:41
SIIIP deh!,
Eddy pun
Feb 05, 2007 @ 05:06:52
Saya hanya mengembalikan apa yang anda tulis :
” Saya punya teman guru yang kebetulan jam mengajarnya hanya sedikit, 12 jam seminggu (ada yang lebih sedikit dari itu). Jangan berpikiran bahwa 12 jam itu 12 x 60 menit, tidak. 12 jam tersebut adalah 12 jam
pelajaran dan 1 JP adalah 45 atau 40 menit saja. Jadi kalau 12 JP sama dengan 12 X ¾ jam = 8 jam. Dan ia benar-benar hanya datang ketika ada jam mengajar saja yang sudah diatur agar bisa cukup dua hari saja dalam semingu.”
Dari sudut itu anda telah menyamakan “mengajar” dengan “bekerja” dan anda menghitung full dengan perhitungan matematis, kalau anda menyangkal hal tersebut hal ini mungkin hanya terjadi pada teman anda yang mungkin loyalitas dan kinerjanya sangat buruk, tapi anda telah meng”analog”kan dengan semua guru di Indonesia, saya sangat menyayangkan pola fikir anda yang terkungkung seperti KATAK DALAM TEMPURUNG dan dengan kata-kata anda, anda berusaha meracuni pola fikir masyarakat dengan pola fikir anda, jangan mencari makmum ke dhaliman dunk
Satria Dharma
Feb 05, 2007 @ 07:19:53
Mas,
Jangan nulis sambil marah-marah. Otak jadi butek. Coba baca lagi apa yang saya tulis. “Dan ia benar-benar hanya datang ketika ada jam mengajar saja yang sudah diatur agar bisa cukup dua hari saja dalam seminggu”. Itu artinya ia hanya ke sekolah tempat ia mengajar HANYA DUA HARI DALAM SEMINGGU.
Kalau ini pun Sampeyan tidak paham saya sudah tidak tahu lagi bagaimana menerangkan lebih baik.
Sekali lagi, buang rasa marah di hati dan kepala Anda. Baru Anda bisa berpikir dengan jernih.
Saya barusan dari Medan dan semua guru di Medan hanya datang ke sekolah 4 HARI SEMINGGU. Itupun hanya pada jam mengajar saja. Setelah ngajar ya pulang. Nah! Sampeyan mau bilang apa? Masih bilang bahwa saya ‘gebyah uyah’? Saya mau tanya serius nih, Sampeyan ngajar dimana dan masuk sekolah berapa hari dalam seminggu dan berapa jam dalam sehari. Apakah Anda bekerja full-time?
Salam
Satria
Eddy pun
Feb 06, 2007 @ 01:57:14
Kalau anda menanyakan saya mengajar, pasti saya jawab saya fultime ada di sekolah kecuali ada tugas dinas yang harus saya laksanakan, dan saya yakin lebih dari 60 % guru di Indonesia seperti yang saya lakukan, walaupun hanya mengajar kurang dari 20 jam
Sebab itu saya akan protes berat kalau di bilang guru Indonesia, karena tidak sedikit juga yang lebih dari 40 jam seminggu mengabdi untuk negara
Jadi harap jangan di gebyah Uyah
Terima kasih
Satria Dharma
Feb 06, 2007 @ 03:29:21
Benarkah Anda bekerja 40 jam/minggu seperti para guru di Malaysia? Apa definisi ‘full-time’ yang Anda maksud? Kalau full-time itu berapa jam dalam sehari/seminggu? Benarkah Anda selalu ada di sekolah kalau tidak ada tugas dinas ke luar kota? Saya sungguh ingin tahu karena saya sudah keliling ke banyak daerah di Indonesia dan boleh dikata TIDAK ADA guru PNS yang bekerja di sekolahnya selama 40 jam/minggu. Jika sekolah Anda menetapkan jam kerja 40 jam seminggu seperti seharusnya, maka sekolah Anda akan saya jadikan sebagai percontohan untuk sekolah-sekolah di daerah lain. Sekolah Anda layak mendapatkan penghargaan untuk sebuah loyalitas dan dedikasi dalam pendidikan.
Mohon jelaskan d mana Anda bekerja. Saya sungguh tertarik dengan sekolah Anda.
Salam
Satria
Eddy pun
Feb 06, 2007 @ 05:32:28
Terus terang di sekolah kami, tidak secara tegas menetapkan hal tersebut, tapi sebagai pendidik dan PNS saya merasa memiliki kewajiban tersebut, dan menurut saya bukan hanya saya yang seperti itu, masih banyak teman-teman Guru di Indonesia yang jauh lebih baik dari yang telah saya lakukan, positif thinking saja maka kita akan melihat yang baik-baik, yakinlah
Satria Dharma
Feb 06, 2007 @ 06:35:46
Anda tidak menjawab pertanyaan saya dan mengalihkan pembicaraan. Baiklah saya beritahu, TIDAK ADA sekolah negeri yang menetapkan guru mesti bekerja 40 jam seminggu seperti yang diamanatkan oleh peraturan pemerintah. Jadi tidak usah merasa bersalah (apalagi merasa marah dengan fakta yang saya sampaikan) dengan praktek yang terjadi SECARA UMUM di Indonesia ini.
Ini bukan masalah positive atau negative thinking. Ini adalah fakta. Sama kalau saya mengatakan bahwa 50% guru tidak layak mengajar. Itu adalah fakta dan bukan pendapat pribadi.
Syukurlah kalau Anda masih merasa memiliki kewajiban untuk bekerja secara full-time, meski Anda bilang bahwa sekolah Anda tidak menetapkannya (Peraturan kepegawaian menetapkannya lho!).
Justru itu permasalahan kita dalam pendidikan, kurangnya jam kerja para guru (PNS yang dibayar fulltimer tersebut). Silakan membandingkan dengan negara tetangga kita dan silakan menebak mengapa kualitas pendidikan kita semakin merosot dibandingkan mereka.
Salam
Satria
guru
Mar 23, 2007 @ 06:48:01
lucu juga ya baca diskusinya….yang satu emosi, yang lain terlalu picik…
yaaa inilah nasib bangsaku…
pembaca
Jul 29, 2009 @ 08:18:08
he he he
setuju……
calon guru
Mar 29, 2007 @ 03:31:30
kalo sy sih tergantung gurunya. mmg ada jg guru yg kerja part time tp gajinya full time. Tapi ingat loh… semua yg kt lakukan di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban dari Allah. gaji yg mereka gunakan bisa sj mjd haram u/dia, dan sesuatu yang haram akan membawa ke hal-hal yang haram pula……………..
DONO
Jul 21, 2010 @ 00:54:45
Tidak ada hubungannya dengan yang di atas secara pertanggung jawaban? ANDA tidak menyimak Konteks yang dibicarakan oleh kedua pihak. terima kasih
doelha
Apr 02, 2007 @ 14:32:53
bung satria,
saya dosen pns, ibu dan bapak saya guru. bapak saya tidak rajin masuk, ibu saya tiap hari masuk sekolah. jadi saya pikir, mungkin anda perlu riset sebelum bicara. kasihan bapak ibu guru, sudah capek mengajar eh dibilang part time. termasuk jangan juga terlalu cepat menuduh guru atau dosen tak menyiapkan bahan ajar, setahu saya ada yang menyiapkan dan tentu saja ada yang tidak.
lebih baik energi dan analisis anda dipergunakan untuk mencari akar permasalahan pendidikan kita, menyoal komitmen pemerintah yang rendah terhadap dunia pendidikan atau rendahnya daya saing siswa/i kita.
tapi saya setuju jika guru/ dosen memang “dipaksa” bekerja full di sekolah/kampus. tapi tentu saja ada fasilitas yang memadai. komputer yang bisa dipakai mengetik, perpustakaan yang up date dan akses internet.
oh ya untuk dosen kerja kita gak cuma ngajar doang (emang pengajar kursus), tapi juga melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. saya melakukannya kok.
Ok bung !
doelha
DONO
Jul 21, 2010 @ 00:57:08
ANDA tidak menyimak Konteks yang dibicarakan oleh kedua pihak. terima kasih
doelha
Apr 02, 2007 @ 14:36:21
tambahan…
kalau anda menjadikan malaysia sebagai contoh yang harus ditiru saya setuju. berikan pendapatan yang manusiawi (katakanlah 4,5 juta) sehingga guru/ dosen bisa mencukupi kebutuhan hidupnya dan memperkaya ilmu yang dimiliki (beli buku atau akses internet gitu loh). kemudian “paksa” mereka bekerja penuh. Ini tawaran saya, siapa tahu anda bisa membisiki bos bambang agar pp guru/ dosen cepat keluar..
jangan marah ya bung
doelha
disdikbjb
Okt 10, 2007 @ 06:09:08
saya jg ingin berkomentar.maaf klo ada yang salah.maklumlah krn saya msh amatir.saya seorang pegawai di dinas pendidikan.
menurut saya memang jgn sampai terbawa emosi dlm menyikapi tulisan diatas.tulisan2 dan komentar2 yang saya baca punya kelebihan dan kekurangannya masing2.namanya jg manusia.nobody’s perfect… ^_^
mudah2an qta semua bs mengambil hikmah dr halaman web ini.terutama buat para guru dan para pengambil kebijakan.jadikanlah sebagai renungan dan bahan untuk berbuat yang lebih baik bagi diri kita sendiri,agama dan bangsa.peace…he7x…
mudah2an Allah selalu memberikan rahmat untuk qta semua.dan semoga pendidikan dan tenaga kependidikan di indonesia bisa lebih maju dan dan makmur.Amin…41x.
nurish shufi
Nov 28, 2007 @ 09:46:19
sorry mas, aq blum baca seluruhnya…
Mijil
Nov 29, 2007 @ 08:00:38
Sebenarnya dengan gaji yang ada sekarang sudah cukup layak bagi dosen atau guru untuk bekerja full time. Bandingkan dengan para buruh yang kerja dapet 500 s.d 800 ribu per bulan (bervariasi) 8 jam per hari bahkan kadang-kadang shift malam. Karyawan berdasi swasta pun banyak yang gajinya 1.5 – 2 juta saja.
Mengapa guru bekerja part time itu karena kultur kerja mengizinkan. Kalau masalah gaji kurang mah gaji berapa aja juga kurang.
Gaji 15 juta jaman sekarang kalo mau cicil rumah juga harus ngutang ko 😛
suandana
Nov 30, 2007 @ 15:33:05
Ada juga lho… Guru yang ada di sekolah dari jam 06.45 sampai 17.00, namun bayarannya part-timer (dalam seminggu mengajar 27 jam, per jam-nya dihargai 15.000. dalam sebulan, honor yang diterima adalah untuk seminggu itu)
Satria Dharma
Nov 30, 2007 @ 22:29:02
Banyak orang seperti yang Anda sampaikan. Tapi saya tidak bicara tentang mereka. Saya bicara tentang guru PNS yang menerima gaji penuh tapi kerjanya parowaktu.
Salam
Satria
sigit
Jul 15, 2011 @ 13:36:34
saya seorang guru PNS, mohon maaf jika kata2 tidak berkenan dengan. tulisan anda perlu di analisa lagi karena kalau dilihat dengan gaji yang saya miliki kini saya dan keluarga pindah rumah kerumah lain (NGONTAK), untuk menyekolahkan anak juga susah, untuk memperbaruhih pengetahuan dengan membelibuku dan alat2 praktek juga susah, jadi dimana letak kebenaran tulisan anda??????
suandana
Des 01, 2007 @ 04:53:49
Tapi, mereka itu memiliki hubungan yang erat. Mereka-mereka yang bekerja full time namun menerima gaji paro waktu itu lah yang, setelah menjadi PNS, merasa sudah waktunya untuk menikmati hidup dan membebankan pekerjaan kepada guru-guru muda yang belum PNS… CMIIW…
Tidak semua yang melakukannya, memang. Di tempat saya, SMKN 1 Panji-Situbondo, ada beberapa guru PNS yang tetap berada di sekolah sampai jam 17.00 (bahkan kadang nambah), 6 hari dalam seminggu (kecuali jika ada tugas luar)…
Satria Dharma
Des 01, 2007 @ 06:14:12
Saya rasa dua pernyataan Anda ini justru bertentangan. 🙂 Lha kalau guru bantu setelah menjadi PNS lantas menjadi malas (karena merasa sudah waktunya untuk menikmati hidup dan membebankan pekerjaan kepada guru-guru muda yang belum PNS), kok lantas setelah itu Anda bilang ada guru PNS yang justru semakin giat (tetap berada di sekolah sampai jam 17:00)? Lha mana yang bener nih? 🙂
Salam
Satria
suandana
Des 01, 2007 @ 14:28:44
Pernyataan pertama itu adalah pendapat yang umum berlaku di masyarakat (dan diterapkan oleh banyak rekan guru), sementara pernyataan yang kedua itu adalah fakta tentang keberadaan beberapa rekan guru PNS yang tetap konsisten… 🙂
Satria Dharma
Des 01, 2007 @ 22:33:20
Kalau diterapkan berarti bukan pendapat lagi tapi memang fakta. Nah, mana fakta yang lebih umum, guru PNS yang melaksanakan tugasnya kurang dari kewajiban semestinya atau guru PNS yang bekerja lebih keras dari kewajibannya? 🙂 Tak usah dijawab. Kalau yang kedua yang terjadi maka negara kita ini sudah makmur dan pendidikannya sudah maju sejak kemarin-kemarin. 🙂
Salam
Satria
suandana
Des 02, 2007 @ 04:17:59
Kalau begitu, apa yang harus dilakukan agar fakta yang kedua itu menjadi lebih umum dari fakta pertama? 😕
Saiful Adi
Feb 06, 2008 @ 02:07:29
klo di sekolah saya guru harus datang tiap hari < senin sampai jumat, dari jam 7 pagi sampai jam 3.15 sore baru boleh pulang.
tidak seperti yang bpk gambarkan itu,…
Satria Dharma
Feb 06, 2008 @ 04:46:54
Bravo! Apakah Anda bekerja sebagai guru PNS? Dimana? Kalau Anda bekerja sebagai guru PNS di sekolah negeri maka sekolah Anda sungguh luar biasa. Saya pingin dolan ke sekolah Anda.
Salam
Satria
mas ut
Feb 07, 2008 @ 01:30:31
Maaf pak, mohon ijin artikelnya saya publikasikan di blog kami
Satria Dharma
Feb 07, 2008 @ 01:38:53
Silakan. Dengan senang hati.
mas ut
Feb 07, 2008 @ 02:15:03
Lebih parah lagi, kalau ada sebagian yang full timer di sekolah, memanfaatkan fasilitas sekolah memberi les pada muridnya dan masih harus bayar sejumlah uang untuk imbalan kerjanya. Bagaimana komentar Bapak?
Satria Dharma
Feb 07, 2008 @ 02:42:57
Itu sudah termasuk dalam kategori korupsi, Pak. Secara hukum, definisi korupsi telah dijelaskan dalam 13 buah pasal pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi dapat didefiniskan sebagai suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, yang digunakan untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Kalau mau tahu lebih banyak silakan baca di http://www.transparansi.or.id/?pilih=lihataboutcorruption&id=3
Salam
Satria
yada
Feb 07, 2008 @ 03:45:25
Waah,nyesel Pak Satria baru hari ini saya baca blog anda.Menarik..berkaitan dengan fakta yang bapak tulis,SAYA SETUJU BANGET.Yang saya herankan kenapa beliau-beliau bapak dan ibu guru kalau ada kritikan emosional ? jawab aja dengan memperbaiki diri,saya yakin bapak sebagai pelaku pendidikan menulis ini berangkat dari keprihatinan bapak terhadp kondisi pendidikan di Indonesia.Kalau perlu tambahan data pak, dilingkungan saya tidak beda jauh seperti yang bapak tulis.Halo, Bapak dan Ibu Guru: Tingkatkan kinerja biar tulisan Pak Satria 1 atau 2 tahun mendatang tidak harus membuat Bapak dan Ibu merah kupingnya,bagaimana?
Satria Dharma
Feb 07, 2008 @ 04:12:07
Bung Yada,
Apa yang saya tulis itu bukan pendapat, melainkan fakta. Ya memang begitu itu fakta yang terjadi di negara kita! Meski pahit tapi kita mesti bisa menerimanya dan setelah itu berusaha untuk mencari solusinya. Saya bisa ngomong begini karena memang sudah keliling dalam dan luar negeri dan melihat sendiri faktanya. Jadi bukan asal ngomong, apalagi menjelek-jelekkan. Lha wong saya sendiri masih mengaku sebagai guru. 🙂
Salam
Satria
Diana
Nov 05, 2011 @ 12:08:43
Saya guru PNS di sebuah SMK Negeri di kota Malang. Selain sebagi guru bidang study, saya diberi kepercayaan sebagai kepala perpustakaan sekolah yang memang sah karena ada payung hukumnya. Sebagai kep. perpus, ada ekwivalen 12 jam pelajaran setara pelajaran di kelas, dan saya mengajar di depan kelas sebanyak 12 jam mengajar juga. Karena SMK, yang jumlah rombel dan jam pelajarannya banyak, hampir 90% teman guru si sekolah saya mengajar lebih dari 30 jam, msih ditambah jam piket KBM 9 jam per minggu, pembinaan wali kelas 2 jam perminggu, dan bimbel UNAS ( 4 jam per minggu )… jadi kalo di katakan semua Guru PNS kerja paruh waktu, monngo mampir ke sekolah saya… anda akan melihat, tidak 100% benar pendapat anda. Dan anda kurang jeli dalam hal peraturan : sudah ada aturan yang mewajibkan guru untuk ada di sekolah selama 37,5 jam minimal untuk mengajar dan tugas lainnya…
osaondi
Feb 03, 2012 @ 06:33:40
pa satrio upload artikelnya tahun 2006. jika bu diana mengatakan bahwa guru kerjanya paling sedikit 37,5 jam. pd peraturan bersama mendiknas dan kepala BKN tahun 2010 tentang petunjuk fungsional guru,terdapat ayat yg mengakatan bahwa jam wajib guru 24 Jam Pelajaran. pada petunjuk teknis perhitungan jam kerja guru disebutkan bahwa 24 JP setara dengan 37,5 jam. dan pd petunjuk teknis tsb jga diatur mengenai guru yg mendpt tugas lain. peraturan bersama mendiknas dan kepala BKN tahun 1999 tentang petunjuk fungsional guru, terdapat ayat yang mengatakan bahwa jam wajib guru 18 JP. nah pada perturan bersama tahun 1999 itu tidak diatur konvensasi guru yg mendapat tugas lain. paling tidak wacana yg diungkapkan oleh pa satrio dpt diapresiasi sebagai motivasi kerja.
setia
Feb 13, 2008 @ 02:18:23
menurut saya memang banyak kebijakan yang dibuat-buat seakan akan itu realistis dan benar, contohnya soal gaji guru. Biasanya mereka berkiblat pada negara dimana gaji gurunya tinggi,contohnya malaysia. sehingga gaji guru di indonesia harus sama dengan negara tersebut, mereka beralasan negara tersebut maju karena kesejahteraan para gurunya dijamin. Kita lupa bahwa GNP per kapita di malaysia besarnya sekitar 4 kali indonesia, sehingga wajarnya gaji guru di indonesia setara dengan seperempat nya.
bunda syahra
Feb 14, 2008 @ 16:41:32
Terimakasih pak Satria atas tulisannya, saya menunggu tulisan-tulisan bapak. Pendidikan kita membutuhkannya, menulis fakta apa adanya. Mohon izin untuk mempublikasikan tulisan bapak dalam blog saya.
Satria Dharma
Feb 14, 2008 @ 22:10:44
Silakan. Dengan senang hati.
Salam
Satria
Nizar
Feb 16, 2008 @ 05:03:09
Pak Satria yth.
Sama dengan Bung Yada, saya nyesel baru dapat membaca tulisan ini. Tulisan ini pun saya cari setelah barusan ngobrol dengan salah satu Kepala Sekolah yang ada di Sabang, NAD. Jadi tadinya saya mau cari peraturan tentang jam kerja khusus untuk PNS Guru, karena yang selama ini saya ketahui ketentuan tentang jam kerja PNS secara umum adalah 37,5 jam (bukan 40 jam spt tulisan Bapak). Yang dimaksud dengan satuan “jam” disini adalah yang berlaku umum, yaitu setara dengan 60 menit, bukan 45 seperti satuan “jam pelajaran”.
Saya mendengar keluhan beliau, banyak guru sekarang yang bekerja ketika ada jadwal mengajar saja, selebihnya dia tidak berada di “kantor”nya. Bahkan saya pernah mendengar dari teman guru yang lain bahwa ada guru yang mendesak agar jadwal mengajarnya dipadatkan pada 2 atau 3 hari yang berurutan diawal minggu, yaitu mulai hari Senin sampai dengan Rabu. Juga banyak guru yang tidak mampu memberikan teladan yang baik kepada murid-muridnya. Ada guru yang menerima hape dan ngobrol panjang lebar atau “berbalas pantun” dengan SMS ketika berada didepan kelas, juga banyak guru yang mengajar tidak memakai pakaian seragam sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi PNS, padahal muridnya sudah diwajibkan berpakaian seragam. Bahkan ada pula guru “modern” yang pergi mengajar dengan memakai celana jins yang mana hal ini dianggap tabu (kearifan lokal, saya tidak tau kalau ditempat lain).
Belum lagi ada guru yang pamit untuk absen ketika dia sudah berada berada diatas kapal (daerah kami kepulauan) dan kembali terlambat dengan dalih “ketinggalan kapal”
Saya pikir tulisan Pak Satria cukup objektif, karena saya juga mempunyai pikiran yang sama dengan pola penilaian yang sama juga, yaitu memakai pembanding besaran gaji dengan jam kerja.
Satria Dharma
Feb 16, 2008 @ 17:02:29
Bung Nizar,
Saya justru akan surprised jika ada sekolah negeri yang mewajibkan para gurunya untuk hadir bekerja 37,5 jam seminggu sesuai dengan peraturan! Sampai saat ini saya belum menemukan sekolah seperti itu. Saya masih menunggu-nunggu kabar dari guru di sekolah negeri entah dimana. 🙂
Salam
Satria
Abu kamal
Mar 03, 2008 @ 08:26:12
Saya tidak akan mengomentari fakta yg telah disampaikan oleh Pak Satria. Yang perlu dipikirkan dan dilakukan adalah bagaimana dimasa mendatang fakta tersebut bisa berubah menjadi lebih baik.
Tetapi saya juga salut terhadap apa yg dilakukan oleh pak satria dengan web/blog ini. Bapak telah berhasil mengelola informasi dan menarik seseorang untuk bersedia terlibat dan mengunjungi blog/web. Mungkin seperti inilah cara membangun nilai jual blog/web untuk media iklan. Blognya Sudah dtawarkan ke Google adsense belum pak?? he..he..he…
Abu kamal.
Satria Dharma
Mar 03, 2008 @ 23:42:32
Been thinkin’ about it. But may be no. 🙂
Salam
Satria
anak kecil
Mar 27, 2008 @ 04:34:41
hal yang ditulis pak satria tersebut memang jamak terjadi di sekolah negeri. Bukannya saya menjelek2kan sekolah negeri. saya pernah merasakan sendiri jadi guru honor di SMA negeri sebelum saya merantau. jadwal yg dipadatkan, jam mengajar sedikit(ditempat saya dulu ada yg seminggu 3 jam tp gaji tetap 2 juta), disiplin waktu rendah. kita yang muda ketika mau “rajin” kadang juga dicibir,”buat apa” toh honor juga ga naik. repotkan?? Bagi saya, gaji guru diberi 1 jutapun ga masalah dengan masuk jam 7 sampai 4 tapi fasilitas pendukung diperhatikan donk. internet untuk sumber mengajar kan ga gratis, kopi buat materi anak2 jg ga gratis, mencetak juga ga gratis, perut lapar di jam 2 siang juga ga gratis lho.
rusdi
Agu 06, 2008 @ 04:26:02
ini blog pemiliknya anak kecil ngomog aja…
seolah2x sudah hebat dengan argumennya, ngaca dulu kalo ngeblog :)) :P~
rgs
dari masyarakat belum bekerja
Satria Dharma
Agu 06, 2008 @ 05:00:36
Terima kasih atas pendapatnya tentang saya. 🙂 Saya tunggu pendapatnya tentang hal yang saya sampaikan di blog ini
Salam
Satria
guru swasta
Agu 28, 2008 @ 10:10:43
hehe, baru nemu ada yg berani nulis fakta diatas, kyaknya praktek gt0an dah lama saya denger dari temen2 guru negeri sendiri.. salut …. smoga yg menjalani sadar dan bisa interopeksi sehingga kembali ke jalan yang benar
Didin
Sep 14, 2008 @ 03:40:10
Begini bung,
Apakah ada jaminan yang jam kerjanya lebih lama akan mengajar lebih baik? demikian juga Kuli dan Arsitek haruskah bergaji dan mengerjakan hal yg sama?
Dengan bantuan teknologi informasi saat ini mungkin seorang arsitek bisa bekerja dengan relatif lebih ringan meski harus terbaring di atas tempat tidur. Sementara Kuli bangunan?
Maaf, saya tidak punya banyak waktu mencari tahu siapa anda, tapi apakah Anda juga guru? dengan penghasilan yg …….
Mungkin dinilai terlalu emosional jika saya menyampaikan hal berikut, tapi tetap akan saya sampaikan untuk menggugah kesadaran berfikir anda agar tidak melihat masalah hanya dr satu sisi. Saya tahu tidak akan merubah pendapat anda:
1. Biasanya yg berfikir seperti anda bisa jadi bukan guru atau guru yg sudah kaya dr sumber lain, atau bisa juga seorang kepala sekolah/yayasan yg frustasi krn tdk bisa mengendalikan atau menuntut banyak dari anak buahnya.
2. Mungkin anda seorang pengamat pendidikan yg sangat pandai dengan teori2 dan sudah melanglang buana keluar negeri, dan memiliki idealisme yg tinggi. Namun anda lupa, masyarakat yg ada dihadapan anda? kondisi sosial ekonomi masyarakat kita yg berbeda dengan Malaysia, Singapura , Jepang, atau bahkan negara-negara maju lain yg pernah anda kunjungi.
3. Mungkin juga anda pernah ‘kecewa dengan ke-PNS-an’ ntah apa sebabnya.
Satu Hal bung, semangat anda untuk merubah pendidikan patut saya acungi jempol. tapi untuk yg satu ini ‘mengkritik jam kerja guru’ apakah itu satu2 nya jalan untuk merubah pendidikan kita.
mari kita pikirkan dan sudahi perdebatan yg menarik ini dengan mulai melihat apa penyebab para guru/dosen PNS berperilaku demikian.
Guru/dosen memiliki banyak spesialisasi. Yg mana yg perlu fulltime? haruskah semuanya? mari kita kembali merujuk analogi kuli dan arsitek diatas meskipun bila anda mungkin berpendapat kurang pas.
Sekian, mohon maaf atas segala khilaf dari lisan ini.
Semua ini hanya sarana untuk kita berdiskusi dan ber-tabayyun atas sebuah semangat perubahan pendidikan yg anda kobarkan.
Afwan,
Satria
Sep 14, 2008 @ 04:34:03
Saya berani yakin bahwa Anda salah satu PNS yang terkena tulisan saya. Berat memang mengakui sebuah kesalahan jika kita sudah melakukannya bertahun-tahun. Para guru sudah menikmati privilege tersebut selama bertahun-tahun dan tentu saja mereka tidak ingin kehilangan kenikmatan tersebut meski sebetulnya mereka sadar bahwa mereka telah melanggar aturan kepegawaian yang semestinya harus diikuti oleh semua PNS. Mereka telah melakukan korupsi waktu bertahun-tahun sehingga tidak sadar bahwa mereka telah melakukannya. Dan itulah yang menyebabkan mudurnya kualitas pendidikan kita. Korupsi yang dilembagakan.
Begini saja, coba cari aturan mana yang membolehkan guru untuk tidak datang setiap hari sebagaimana PNS lain. Saya tunggu Anda di blog ini.
Salam
Satria
Didin
Sep 14, 2008 @ 05:35:16
Mungkin Anda juga yg termasuk dari 3 poin yg saya sebutkan diatas.
Saya teringat akan sebuah cerita, seorang penjahat yg dihukum mati tentu akan bepikiran seandainya dia bisa mengulur waktu, krn 5 minggu berjalan bgitu cepat sekali. Lain halnya dengan 2 orang kekasih yg sedang menunggu 5 menit untuk bertemu, tentu akan merasa seolah mereka sudah menunggu sangat lama sekali, meski kenyataanya hanya 5 menit.
Apa maksud cerita diatas, waktu adalah tetap tidak akan berubah, hanya pikiran kita yang merubah maknanya. Makna pun akan berubah bila kita terlalu dikendalikan tendensi cara berpikir kita.
Sukses dg blog Anda.
Satria
Sep 14, 2008 @ 06:16:22
Maaf, tanggapan Anda tidak nyambung. Saya akan tetap menunggu dari Anda (jika Anda mampu untuk mencari) peraturan yang membolehkan guru PNS untuk tidak ngantor setiap hari, atau jam kerja guru bergantung pada jam mengajarnya.
Salam
Satria
Didin
Sep 15, 2008 @ 08:20:12
Maaf Juga,
Soal tanggapan , Silahkan dibaca ulang, jangan emosional dan renungkan!
Saya juga menunggu Jawaban atas pertanyaan2 saya.
Apakah anda mampu mencari peraturan itu/ kalau ada mohon disharing disini. Biar semua PNS tercerahkan!
Salam
Satria
Sep 15, 2008 @ 11:11:29
Peraturan Pemerintah untuk jam mengajar guru bisa dilihat di : http://unm.ac.id/dokumen/permendiknas%202007/Nomor%2018%20Tahun%202007.pdf
Peraturan Jam Kerja PNS sesuai Surat Edaran Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara No.8/SE/MENPAN/1980 tentang Pemberlakukan Lima Hari Kerja dengan jumlah jam kerja sebanyak 37,5 jam per minggu.
Salam
Satria
Lia
Okt 12, 2008 @ 05:07:56
Hai Bapak Ibu Guru !
Luar biasa …………terus terang setelah membaca ulasan sampai pada isi komentar dari para pembaca saya prihatin bercampur sedih………..!!!!
Bagi banyak orang untuk bicara masalah kebenaran memang berat di lain pihak bagi banyak orang pun untuk belajar rendah diri juga sangat sulit.
Pro dan kontra boleh-boleh saja itu hak dari setiap orang, namun kita harus belajar bijaksana dalam menanggapi setiap persoalan. Bagi komentator introspeksi diri itu sangat perlu….. jika itu terjadi pada diri kita mari kita berubah jika tidak terjadi pada diri kita mari kita syukuri, bagi penulis saat membaca tulisan anda saya langsung beralih pada profil dan membaca banyak hal-hal luar biasa yang sudah anda lakukan. Terus terang menampar diri saya dan membuka mata saya bahwa kenyataan itu memang tidak dapat dipungkiri. Hanya sebagai masukan pak dalam menanggapi komentar orang-orang rasanya perlu yang namanya Management hati . jika kita menanggapi orang dengan memberikan anjuran (encourage) bukan menantang mereka sepertinya akan lebih terasa nyaman, karena banyak guru-guru kita sudah jadi mumi terlelap di zona nyaman dan tidak bisa bangun lagi. Tulisan bapak berarti gempa bumi buat mereka maka timbullah reaksi.
Salam kenal dari saya pak, (semoga satu saat saya mendapat kesempatan bertukar pikiran dengan bapak dan mohon ijin mengunakan materi bapak)
Salam
Lia.
sri mulyaningsih
Okt 28, 2008 @ 09:06:44
Pak Satria, mungkin anda adalah org frustrasi, mungkin anda orang yang menyesal karena anda tidak memilih jadi guru yang ternyata sekarang pemerintah sangat memperhatikan nasib guru-guru, mungkin anda mendendam dengan guru mungkin anda pernah disakiti oleh guru, kalau saya melihat ada sangat7x iri dan dengki terhadap guru. awas lo pak sakit iri dan dengki sembuhnya kalau orang itu mati, kalau belum mati gak bisa sembuh kalau penyakit kanker masih bisa obati, hiiiiiiiiiiii ngeriiiiiiiiii.
Orang-orang seperti andalah yang membuat Indonesia tidak maju dan penuh kesesatan karena anda telah menghujat Guru yang sebenarnya telah ikut membangun bangsa, pantas saja generasi sekarang tidak berbudi, anarkis, korupsi, tidak hormat pd org tua, karena mungkin anda yang telah memulai menghujat guru shg guru tidak lagi didengarkan nasehat2nya dalam mendidik murid2nya. Orang seperti andalah nanti yang akan menerima akibatnya menghadapi generasi mendatang yang tidak terdidik dan tidak berbudi, bukankah guru adalah orang tua ke 2 dari semua anak2 didunia ini? anda benar2 sangat tidak menghargai guru dan semua guru yang ada di Indonesia ini padahal masa depan bangsa terletak ditangan guru, bukan ditangan para politikus atau kaum kapitalisme. Guru bukan hanya bekerja, mendidik tidak sama dengan mengajar. Terlepas dari part time atau full time, tanyakan sendiri pada anak2 anda mau ga belajar sampai 40 jam dalam seminggu? Guru manusia biasa punya anak, keluarga dan berkeinginan. Rasa iri hati anda harus dikaji kembali dan anda mesti minta maaf pada seluruh guru di Indonesia.
Satria
Mei 31, 2010 @ 00:09:52
Bu Sri,
Alhamdulillah saya tidak pernah frustrasi dan selalu optimis. Sinis sih kadang-kadang. :-). Saya pernah menjadi guru PNS selama 12 tahun dan bersyukur keluar dari status PNS tersebut. Sebaliknya saya justru sering kasihan pada orang-orang yang berstatus PNS karena mereka tidak sadar bahwa seringkali kePNS-an mereka itu mengebiri kapasitas optimal mereka. Banyak diantara mereka adalah orang-orang dengan kemampuan luar biasa tapi kemudian menjadi terlena karena status PNS-nya.
Tentu saja SEBAGIAN BESAR orang masuk menjadi PNS karena ingin berada di comfort zone. Lumrah dan faktanya ya memang begitu.
Bayu Dardias
Okt 28, 2008 @ 13:31:33
It is an interesting posting. It opens up my understanding on how persons see other professions, another interesting point of view of Guru and Dosen. A nice critics and usually critics create controversy. Thanks for the critics.
Keep writing.
Satria
Okt 29, 2008 @ 00:36:32
Dear all,
Saya baru saja ke Aceh Utara dan mengunjungi tiga sekolah di kecamatan yang berbeda. Kesimpulannya, guru hanya datang pada saat mengajar saja dan rata-rata hanya empat hari saja. Padahal sekolah berjalan mulai Senin sampai dengan Sabtu (enam hari). Bagi kepala sekolah (dan Dinas Pendidikan, tentunya) hal ini sudah merupakan hal yang wajar dan bukan merupakan pelanggaran disiplin. Ini adalah praktek yang berlaku umum dimana-mana.
Sampai saat ini saya belum menemukan sekolah publik (sekolah negeri) yang mewajibkan gurunya datang ke sekolah untuk bekerja selama 37,5 jam seminggu dan enam hari kerja. Jika ada sekolah negeri yang demikian mohon diinformasikan agar bisa saya survei.
Terima kasih.
Salam
Satria
agus
Des 01, 2008 @ 06:03:02
Wah tulisan P Satria memang benar begitu faktanya. Guru & Dosen PNS jam kerja ke sekolah/ kampus tidak 40jam/minggu tapi gajinya full-time. Saya dosen PNS, ke kampus hanya 3 hari/minggu dari pagi jam 8 s/d 7-9 malam, tergantung dari kegiatan di kampus. Selain hari saya ke kampus saya lebih banyak kegiatan di luar (bukan mengajar di tempat lain lho), kadang momong anak, kadang ke UMKM pengecoran, kadang baca buku2 bidang pengecoran logam yang menjadi kompetensi saya. Kadang sibuk nyusun proposal riset baik untuk diajukan dalam hibah kompetisi maupun untuk tugas akhir bagi mahasiswa bimbingan saya. Kalau saya hitung2 jam kerja saya (banyaknya jam yang saya butuhkan yang ada kaitannya dengan tugas saya sebagai dosen) lebih dari 40jam. Kelebihannya tidak ada yang membayar, semua itu saya tebus dengan hidup sengsara, rumah RSS yg masih kredit sampai 15thn lagi, makan kurang gizi, tidak bisa memberikan fasilitas yang baik buat belajar/sekolah bagi anak2 saya, kalau keluarga sakit bingung cari biaya pengobatan. Belum lagi untuk urusan kerja, fasilitas yang memudahkan saya kerjapun (seharusnya ini disediakan oleh si pemberi kerja) seperti komputer/laptop, pointer, transparansi, kertas, ATK banyak pakai uang sendiri. Apa P Satria pernah berfikir dari sudut tersebut. Saya rasa tidak, anda mungkin termasuk yang berkelimpahan uang, sehingga tidak mengalami seperti saya. He.. he.. he.. Maaf kalau mengganggu. Coba kalau P Satria menulis hal yang sama tapi untuk Polisi reserse, bisa jadi karena jam kerjanya hanya tertentu saja, pas nyanggong buronan, buronan itu datang setelah jam kerja, reserse tersebut pilih pulang dari pada menangkap buronan itu. Menurut saya jangan membuat opini kalau duduk persoalannya tidak tahu sama sekali. Yang jelas negara sebagai pemberi kerja & gaji PNS, tidak/belum mampu merumuskan job description untuk masing2 pegawainya, jadinya para PNS mencari-cari apa yang harus dikerjakannya. Guru & Dosen hidup dalam lingkungan pendidikan yang dekat dengan norma-norma ideal, saya rasa mereka tidak secara serta-merta melakukan “tidak masuk kerja”, pasti ada alasan yang mungkin akan sulit kita pahami dan tidak bisa dijadikan kesimpulan secara global. Apalagi dosen yang salah satu dharmanya adalah pengabdian pada masyarakat, yang tidak harus dilaksanakan di kampus, he.. he.. he…
satriadharma
Des 01, 2008 @ 11:57:59
Jika Anda jujur dengan kisah Anda ini maka saya harus angkat topi atas pengabdian Anda ini. Anda dosen yang luar biasa! Kalau boleh tahu Anda bekerja dimana? Apakah semua PNS di tempat kerja Anda sama hebatnya dengan Anda?
Rasanya cerita Anda ini perlu saya sampaikan pada adik saya yang dosen PNS di UNAIR. Dia hanya datang pada waktu mengajar saja dan katanya semua temannya juga begitu. Kebetulan saya juga kenal dengan banyak teman-temannya yang biasa cari proyek dimana-mana. Dan itu katanya termasuk ‘pengabdian masyarakat’. Whateverlah! 🙂
Tentunya ‘pengabdian masyarakat’ Anda adalah benar-benar pengabdian kan (dan bukan cari proyek)?
Salam
Satria
ronym
Des 16, 2008 @ 16:31:20
Menurut peraturan yang terbaru, semenjak adanya sertifikasi guru, guru wajib mengajar 24 jam dalam seminggu. walaupun tugas lain seperti piket bisa dikonversi menjadi jam ‘mengajar’ yang 24 jam tersebut. Monggo silahkan di cek, 24 jam dan bukannya 40 jam. Dan setelah sertifikasi, gaji guru menjadi 2x lipat. Jika tadinya 2jt /bln, maka 2009 menjadi 4 jt/bln. 2jt dari gajinya seperti biasa. Plus 2jt dari gaji setelah lulus sertifikasi. Monggo silahkan dicek di seluruh indonesia. Tak kurang dari 200rb guru disertifikasi.
Dan kalau saya ditanya, mengapa pemerintah memaksa guru PNS dengan sertifikasi agar mengajar 24 jam seminggu ?. Jawabannya singkat, padat, jelas… karena pasti mengajar kurang dari 24 jam. Dan kalaupun ada yang mengajar 24jam atau lebih(dibuktikan dengan sk mengajar dari sekolah), kenyataannya ‘jam mengajar’ diserahkan kepada guru gtt (guru tidak tetap)/ honorer. Silahkan cek dari sk mengajar, guru gtt yang jumlahnya 2-3x lebih banyak dari guru PNS.
Dan ironisnya, 24jam itupun masih dikurangi dengan pelatihan, seminar, diklat dan kegiatan lain. Ini artinya 24jam saja tidak full 24jam x4 perbulan x 12. Bisa saja 1th=15jam x 4 x 9. Ingat, ada libur hari raya yg 1 bln, semesteran yg 1/2 bln x 2 dan lain-lain.
Dan benarlah perkataan dan analisa Anda ( mata, telinga dan seluruh anggota badan saya menjadi saksi ) atas ‘kenyataan’ ini. Bukan karena saya ingin membuka ‘aib’ ini, namun karena ada saudara kita yang mencampur adukkan kenyataan dengan ‘perasaan’. Namun lebih tepatnya ‘semangat korps’ yang harus dan selalu wajib dibela ( khan ada tuh sumpahnya … paga ini aja saya ditunjuk untuk menshooting lomba pembacaan sumpah korps _ _ _ _ _ _ yg tentu aja di sekolahan ). Dan itulah sebabnya setelah saya membaca tulisan Anda, saya semakin tidak ingin menjadi PNS. Biarlah menjadi gtt namun halal karena dari … jam x Rp … sehingga jelas honor saya dari mengajar. Bukannya dengan ‘bekerja’ yang cuma 2-4 jam sehari. Dan saya anggap mengajar sebagai ‘pengabdian’, yang jika diukur dengan materi, tentu sangat jauh lebih sedikit dengan hasil yang saya dapat ‘diluar / mandiri diatas kaki sendiri’.
ronym
Des 16, 2008 @ 16:50:52
Agaknya sedikit pemikiran yang disampaikan oleh ibu Lia, membawa titik tengah. Tidak membenarkan secara membabi-buta, namun juga tidak menyalahkan dan mengkambing hitamkan dengan dalih apapun. Kenyataan ada memang tidak seindah dan se sempurna yang bisa direncanakan. Namun yang jelas, perlu ada komitmen bersama untuk memperbaiki nasib bangsa ini, terlepas apapun profesi dan penghasilan. Karena toh kebutuhan manusia bukan cuma urusan perut. Dan kita mengajar juga bukan urusan berapa nilai rapor dari anak didik kita atau berapa rumus yang dihafal. Lebih daripada itu, mendidik dan menanamkan jiwa ‘kepedulian terhadap sesama’ tanpa melupakan kreatifitas dan keunikan dalam diri setiap siswa. Cobalah untuk bersedekah, niscaya kita akan melihat orang yang jauh melarat ketimbang kita. Walau cuma 2,5% atau 10% nya juga tidak akan membuat kita kekurangan. Bahkan dengan bersedekah, membuka rezeki yang bahkan tidak pernah kita duga, dan jumlahnya selalu 10x + bonus dari yang kita sedekahkan.
Berani mencoba ?. insya Allah tidak akan menyesal.
Hasrulliansyah
Jan 14, 2009 @ 02:27:14
salam kenal, saya mohon bantuan apakah ada peraturan pemerintah dan undang-undang yg dapat menjelaskan pns tidak boleh bekerja diluar dari tugasnya pokok sebagai pelayan publik dan menjadi pejabat diluat tugas sebagai pns. terima kasih atas bantuannya
anton
Mar 09, 2009 @ 19:27:33
ass,
sebelumnya saya minta maaf kepada bapak-ibu sekalian. kalau boleh saya seorang guru junior berkomentar berikut (bukan untuk menyalahkan atau membenarkan salah satu pihak):
1. bedakan antara jabatan struktural dan fungsional?
2. setahu saya jam mengajar pokok guru pns adalah 18 jam dan 24 jam jika ia sudah mendapat sertifikat pendidik (tolong dibantu sumbernya karena pak satria INSYA ALLAAH akan menanyakan sumbernya).
3. seorang guru memang tidak berada di sekolah pada jam kantor sebagaimana pns struktural. hal ini disebabkan banyaknya kerjaan yang mesti dilakukan di luar sekolah. itu teorinya walau belum terealisasi 100 %. seorang guru pada awal tahun ajaran wajib membuat program tahunan, program semester, program remedial/pengayaan, silabus, rpp. pada setiap pertemuan dengan siswa guru wajib menyediakan media pembelajaran. coba bapak buat jam replika? apakah selesai dalam 1 atau 2 jam? seorang guru idealnya membuat soal sendiri untuk menguji ketercapaian siswa pada setiap tatap muka. coba bapak buat soal sendiri apakah selesai dalam 1 atau 2 jam? setelah selesai tatap muka guru wajib menganalisis ketercapaian siswa. coba bapak analisis soal yang bapak buat? apakah selesai dalam waktu 1 atau 2 jam? setelah beberapa kali pertemuan, guru wajib melakukan ulangan harian (dengan soal dibuat sendiri bukan mengutip dari buku teks), menganalis soal tersebut, dan mengujinya. setelah itu dilakukan revisi lalu diujikan kepada peserta didik “siswa”. apakah semua itu selesai dalam waktu 1 atau 2 jam? belum lagi kalau ulangan mid semester dan ulangan semester. saya lebih suka menggunakan kata ulangan karena soal yang diujikan sudah dipelajari sebelumnya. PLUS TAMBAHAN SAAT BAGI RAPOR. GURU MESTI MENGOLAH NILAI ULANGAN SISWA DENGAN NILAI LAIN.
3. ingat pak, pemerintah yang membuat peraturan jam pokok mengajar guru pns 18 jam atau sekarang 24 jam tatap muka bagi guru pns atau idealnya diterapkan oleh semua guru. hal ini pasti telah diteliti oleh para peneliti di dinas pendidikan nasional karena memperhatikan banyaknya tugas guru di luar jam mengajar. Belum lagi kalau kepala sekolah memberikan tugas tambahan “guru piket/kepala perpustakaan/pembina ekskul/pembimbing siswa yang akan ikut lomba/wali kelas, dll”
4. menurut saya sudah tepat pemerintah memberikan jam wajib mengajar bagi jabatan fungsional guru hanya 18 atau 24 jam (1 jam bagi sd= 35 menit, smp = 45 menit). karena banyaknya tugas sampingan guru.
5. saya usulkan kepada bapak agar lebih memfokuskan kepada peningkatan kemampuan profesionalisme guru/dosen (sama seperti yang dilakukan pak agus).
6. masalahnya sekarang adalah pengawasan pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan nasional terhadap tugas pokok guru di luar jam mengajar/tatap muka; seperti: kemampuan guru membuat media/alat peraga, membuat soal, menganalis soal, melakukan ptk “penelitian tindakan kelas”, dll.
NB:
INGAT PAK, PEMERINTAH YANG MENETAPKAN JAM POKOK MENGAJAR GURU. HAL INI DITETAPKAN OLEH PENGAMBIL KEPUTUSAN TINGKAT PROFESIONAL. JAM WAJIB GURU PNS (IDEALNYA JUGA NON PNS) ADALAH 18 JAM PELAJARAN, SETELAH DIADAKAN SERTIFIKASI DENGAN KOMPENSASI KENAIKAN GAJI POKOK 2 KALI LIPAT, MENGAPA PEMERINTAH TIDAK MENETAPKAN MENJADI 36 JAM (18 X 2)? PEMERINTAH MENETAPKAN 24 JAM TATAP MUKA (KOREKSI UNTUK PENDAPAT DI ATAS), KARENA MEMPERTIMBANGKAN TUGAS POKOK SEORANG GURU DI LUAR JAM MENGAJAR.
SEKIAN
Satria Dharma
Mar 09, 2009 @ 23:22:11
Apa yang Anda sampaikan bukan inti dari permasalahan yang dibahas. Intinya adalah guru harus tetap berada di sekolah selama JAM BEKERJA. Saya ulangi lagi…. JAM BEKERJA. Jam bekerja tentu berbeda dengan Jam Mengajar. Peraturan Pemerintah untuk jam mengajar guru bisa dilihat di : http://unm.ac.id/dokumen/permendiknas%202007/Nomor%2018%20Tahun%202007.pdf
Peraturan Jam Kerja PNS sesuai Surat Edaran Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara No.8/SE/MENPAN/1980 tentang Pemberlakukan Lima Hari Kerja dengan jumlah jam kerja sebanyak 37,5 jam per minggu. Silakan bagi 37,5 jam tersebut dalam 5 atau 6 hari dan ketemu berapa jam sehari.
Salam
Satria
Dominic
Mar 20, 2009 @ 06:30:16
scarface soundtrack
gestione della manutenzione industriale
graduated bob hairstyle
media player 10 codecs
plano police
mugen chars
california inmate search
shaw webmail
askgeeves
omega y su mambo violento
Yuli
Mar 22, 2009 @ 09:03:53
KISS. Keep It Simple Solution.
Eko
Mar 22, 2009 @ 09:12:43
Jangan2 Pak Satria iri sama adiknya nih…
ami
Mei 20, 2009 @ 08:09:12
Selamat Pagi semua. Saya kebetulan dosen PNS (Kopertis)yang ditempatkan di salah satu perguruan tinggi swasta di mataram. Jam kerja saya 08-11.30 dilanjutkan lagi jam 13.00-16.30. hari sabtu kerja sampai jam 12.00. Saya akui terkadang saya iri juga dengan dosen dan guru PNS lain yang terkadang hanya masuk pada saat jam ngajar (terkadang hanya 2 kali seminggu) BOLEH DONK (tidak memenuhi rasa keadilan gitu), tapi sy lihat lagi pada kampus lain misalnya (Sastra Inggris UNUD, biar jelas instansinya)terutama yg padat mahasiswa, kebanyakan dosen bekerja sangat keras ada kelas pagi, sore bahkan malam Belum lagi hrs melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Tapi yang malas ya memang tetap ada saja. Sebenarnya utk dosen, 40 jam seminggu itu tidak dihitung berdasarkan keberadaannya di kantor tetapi jumlah jam mengajar, penelitian dan pengabdian masyarakat (dibuktikan oleh SK ajar dan keluaran penelitian). Jd kalau nongkrong di kampus saja ga ngapa-ngapain ya tidak terhitung dalam 40 jam itu).
Tapi benar pak, saya rasa setiap instansi pendidikan harus membuat sistem yang benar-benar menunjukkan 40 jam kerja tersebut. Mengenai gaji, Saya hanya mendapat bersih dari yang ditrasfer pemerintah tidak ada tambahan apalagi uang bimbingan dan les-lesan. Saya rasa gaji guru atau dosen PNS (apalagi yang benar2 di sekolah negeri atau PTN) lebih baik daripada sebagian besar penduduk Indonesia. Saya bersyukur walaupun complain jalan terus)
Intinya: Saya rasa para guru dan dosen yang sering bolos hati nuraninya mengatakan bahwa yg dilakukan sebenarnya tidak etis walaupun mencari pembenaran di sana-sini
Komentar dari pak Satria sy rasa harus dijadikan sebagai saran untuk memperbaiki diri. Jika banyak Bapak/Ibu guru &dosen yang melaksanakan tugas dengan penuh komitmen (Itu mah kudu) yang seharusnya dihighlight memang yang belum berjalan semestinya to!
Saya rasa sebaik apapun kita, kritik harus tetap ada supaya kita terus bertumbuh. Apalagi jika memang belum baik.
Sorry Kepanjangan…..
Hidup Pendidikan Indonesia..
Satria Dharma
Mei 20, 2009 @ 09:54:55
Saya ucapkan salut kepada Anda yang mau bersikap jujur pada diri sendiri. Jika kita masih mau besikap jujur pada diri sendiri maka masih ada harapan di dunia ini.
Salam
Satria
ari
Jun 15, 2009 @ 06:21:13
Hmmm, tertarik jg buat ikutan komen. Saya sendiri pns dgn jam krj 07.30-17.00 dan sistem absensi finger scan. Sblmnya sy di swasta yg jika hrs lembur dihitung per jam diluar gaji pokok.
Nah klo suami saya memang dosen pns PTN yg sama dg adik p satria. Klo saya mau bandingkan sptny suami saya jauh lbh sibuk dibanding saya karena kadang dia ngajar sampe mlm d kampus.
Suami saya tergolong dosen junior yg tdk “diberi” byk jam mengajar. Tpi suami saya dgn dedikasinya tetap datang setiap hari ke kampus kadang sampai sabtu jika ada kelas sabtu. Suami saya juga selalu menyiapkan bahan ajar sblm mengajar.
kadang kala memang dilakukan malam2 d rmh. Termasuk mengkoreksi tgs, ujian anak mhs. Sudah gitu kadang hr minggu dia diminta mhs untuk datang ke acara mrk. ini saya anggap tgs dia sbg dosen yg mngurusi kemahasiswaan. apa dia dibyr mhs? tentu sj tidak. Kmrn sbt malah ada mhs yg dtg k rmh buat ttd propsal magang mereka sekaligus konsultasi. mlmnya suami saya merevisi propsal mrk.
Blm lg kadang dia hrs lembur buat bikin proposal penelitian. Bukan krn dia suka mroyek, tp sptnya tuntutan fungsional tri dharma dan krn kecintaanya pd penelitian. Penelitian2 spt itu pastinya akan mengurangi waktunya brsama keluarga. jd saya ikhlas saja dan berbangga pd sikap suami saya, walo tdk menerima uang lembur spt pegawai pemda misalnya.
bbrp wktu lalu dia jg ditugaskan jd pengawas independen UAN karena kapasitasnya sbg dosen PTN. Dia hrs ke menyebrang k sebuah pulau kecil dr hr mgg sampai mgg dpnnya lagi karena jadwal kapal penyeberangan yg tdk setiap hr. mgkn jika ia bs memilih, ia akan memilih menghabiskan weekend di rmh bersama istri tercinta yg tengah mengandung anak pertama 🙂
klo saya brpendapat mgkn hal ini karena terkait dgn guru/dosen sbg jabatan fugsional. Semuanya terserah msg2, apa ingin byk mengumpulkan angka kredit atao tidak. Jd yg rajin ya rajin tapi yg malas jg bisa dgn resiko tdk byk mengumpulkan angka kredit kalo mau naik pangkat/golongan. jadi mgkn konteksny hrs dbedakan dgn pns pd umumnya yg naik pangkat/golongan secara berkala (misalnya 4 th sekali).
Terakhir, saya hanya berharap smkin byk guru/dosen spt suami saya. Dan memang dosen/guru d Indonesia perlu peningktn kesejahteraan… hehe….. kebetulan sya pernh s2 d luar negeri. dosen saya bergaji besar tp mrk jg msh jd dosen tamu di Univ lain, bahkan univ d luar negeri. Dan sptny mrk tdk stand by di kampus, hanya hr tertentu saja yg ditempel d pintu atau diberitahukan pd awal semester. Saya pikir jg buat apa stand by d skolah jika tdk produktif krn tdk didukung fasilitas memadai.
Untuk saat ini, sistem sertifikasi mgkn langkah awal agar guru/dosen tdk terjebak comfort zone demi dunia pendidikan yg lebih baik.
pengangguran
Jul 19, 2009 @ 11:03:21
daripada ngritik guru,, udah aja rame2 jadi guru PNS. biar profesi ini gak lagi dipandang sebelah mata oleh para sarjana2 yg lagi cari kerja…
jhon paul
Jul 29, 2009 @ 00:36:30
yang terjadi memang seperti tulisan mas darma, memang sebaiknya ada pengawasan yang ketat terhadap PNS lebih spesifik Guru, guru sudah biasa melakukan hal seperti dituliskan di atas, saya tidak sedang profokasi sampean2, tetapi fenomena guru digaji fulltimer kerja Parttimer bukan isapan jempol, saya juga guru, dan dilingkungan yang terjadi seperti itu, yang lebih hebat lagi jika ada guru PNS yang sregep malah dikomentari macem2, itulah indonesia !!!!!, guru di indonesia belum bisa disiplin, harus ada pemaksaan dari atasan, yang asik lagi kalau siswa terlambat di strap, tapi kalau guru terlambat ngeluyur saja tuh, mana mau maju pendidikan dengan keadaan seperti itu heeee….heeeee
pembaca
Jul 29, 2009 @ 08:11:07
Pak daripada ngeributin banyaknya jam kerja, ambil sisi positifnya aja. Kalau 40 jam di kampus/sekolah “doing nothing” bukannya lebih baik mencerdaskan anak2 ditempat lain kan, he he he
Diana
Okt 13, 2009 @ 11:44:04
Ass.
Sebelumnya, mohon ijin untuk posting ini ke FB saya..
Sebenarnya saya sudah lama penasaran pengen tau perhitungan jam kerja guru karena sering mendengar betapa menyedihkankan nasib guru. Terus terang saya meragukan “nasib yang menyedihkan” seorang guru dilihat dari jam kerjanya.
Terima kasih infonya pak ..
Waktu itu pendapat saya justru enak jadi guru karena alokasi waktu kerjanya yang rendah sehingga wajar bila mendapatkan penghasilan juga rendah. Klu pengen lebih, berarti ya harus banyak cari sambilan. Makanya buaaanyak yg nyambi..
Justru sekarang dengan adanya kenaikan gaji guru dan sertifikasi, kok ngerasa semakin keenakan ya jadi guru.. Gaji naik eh.. masih bisa ditambah nyambi diluar.
Sepertinya antrian honorer guru akan makin ketat.. Ato malah memacu demo guru honorer bakal lebih sering.. Para calon mertua ga kuatir anaknya mendapatkan menantu guru lagi…
Dan nasib guru yang menyedihkan pun berubah begitu menyenangkan..
Sayangnya, saya masih penasaran, mungkin pak Satria bisa menambah data bila jalan2 lagi apakah setelah mendapatkan kenaikan gaji dan sertifikasi, akan berdampak baik pada kinerja guru. Pendapat pribadi saya, baru berdampak pada pendapatan pribadi si guru saja tuh.
Saya kira wajar bila ada yang kontra dengan pendapat bapak. Budaya kritis belum lazim melembaga di Republik ini. Terutama bagi pelakunya.
Jalan terus pak untuk mengungkap fakta..
Wass
Anas_rema
Okt 30, 2009 @ 03:27:36
Salam Peace…Damai…untuk semua..
Saya ikutan komen ya….
Jadi yang ditulis Bpk. Satria Darma adalah fakta yang terjadi disini. tidak perlu berdebat panjang jadikanlah fakta tersebut untuk renungan…..tidak perlu menutupinya dengan berbagai dalih alasan dan beribu kata sanggahan. ya boleh saja sih itu hak seseorang untuk mengutarakan pendapatnya. Namun perlu kita sadari bersama bahwa fakta yang ditulis pak Darma adalah real….11x , masih banyak orang dibawah yang penghasilannya lebih kecil. Besar kecil gaji yang penting adalah Berkah…Halal…dan diridhoi oleh Alloh SWT.yang paling penting perbanyaklah bersukur….
Bravo…pak Satria Darma. Kami tunggu artikel / tulisan anda lagi.
dhona puji utami
Nov 02, 2009 @ 14:33:37
ya mungkin dah saatnya kita legowo, siapa yang rajin bekerja tentu mendapat hasil yang setimpal dengan apa yang dilakukannya. tapi mungkin ada baiknya untuk kalangan Guru lebih diperhatikan lagi kesejahteraannya. Karena tanpa seorang pendidik, tak mungkin bangsa itu bisa maju.
eLPri
Des 17, 2009 @ 01:59:49
adalah juga merupakan fakta bahwa sebagai PNS [ asalkan pangkat, golongan/ruang, masa kerja sama maka ] gajinya adalah sama
adalah fakta juga bahwa hari mengajar tenaga pengajar [PNS] dalam satu tahun lebih sedikit dibanding hari kerja PNS lainnya krn adanya libur semester dan libur kenaikan kelas
… jadi apa yang kurang tepat sehingga merekea [para guru PNS] merasa lebih “Oemar Bakrie” dibandingkan dengan PNS lainnya krn toh negara memberikan “penghargaan” yang sama sesuai jabatan, pangkat, ruang/golongan, dan masa kerja….., bila mereka merasa dibayar tidak dengan layak maka sebaiknya mengajukan gugatan ke peradilan atas besaran gaji yang tidak layak tersebut.
tan el baiko
Des 21, 2009 @ 11:30:07
Apa yang yang dikatakan oleh Pak Satria Dharma benar sekali. Kalau saya tidak akan membantah apa yang diuraikan dalam tulisan ini, karena memang itulah faktanya, itulah kenyataannya. Kinerja guru dan dosen kita memang jauh dari apa yang kita harapkan bersama, makanya pendidikan kita tertinggal jauh. kalau seandainya guru dan dosen kita rajin dan memiliki etos yang bagus, mungkin sudah maju negara kita sejak dulu sebagaimana negara-negara tetangga kita. Bravo Pak Satria Dharma. Keep writting….
rini
Des 21, 2009 @ 11:49:32
Semuanya kembali kepada kita masing2, sebab setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia akan punya balasan di akhirat. Jika seandainya ada yang menerima gaji full- time tapi bekerjanya part- time, maka bayarlah sisanya nanti di akhirat.
jecko
Jan 27, 2010 @ 07:40:19
Kayaknya lebih baik jadi dosen part time seperti saya di Jakarta. Dengan mengajar 10 kelas per minggu di berbagai kampus, per kelas rata-rata 2 jam ngajar, saya dapatkan kurang lebih 10 juta per bulan. Habis ngajar terus pulang atau beraktivitas lainnya. Bahkan beberapa kelas e-learning, saya ngajarnya sambil tiduran di rumah pakai internet
Waktu yang lain lagi saya pakai buat bisnis konsultan atau lain-lainnya … Dengan begitu saya bisa memadukan konsep dan realita sehingga begitu saya sampaikan ke mahasiwa menjadi sesuatu yang membumi …
Ayo siapa mau niru saya? Daripada cuman ribut masalah absen, coz absen hanya akan membuat otak kita jadi buntu. Banyak PNS rajin ngantor, tapi di kantor nggak ada kerjaan, paling2 ngrumpi. Kasihan mereka, menyia-nyiakan hidupnya. Padahal mereka bisa berdaya guna di sektor lain dan akan lebih bemanfaat buat Indonesia.
bintoro
Mei 30, 2010 @ 23:30:29
saya cukup tertarik dengan tulisan yang anda buat Pak Satria. Itu memang realitas yang tidak terbantahkan, namun juga sangat gegabah untuk mengeneralisir bahwa semua guru atau dosen bertindak polah demikian. Permasalahanya adalah lagi2 pada sistem kontrol dan pengawasan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pembuat kebijakan. Berdebat, mengkritik, atau menghujat sekalipun tidak akan mengubah keadaan jika tidak disampaikan pada si pembuat kebijakan. Semoga tulisan anda ini sekedar ungkapan kekecewaan dan keprihatinan pada realitas yang anda temui bahwa sebagian tenaga pendidik tidak melakukan tanggung jawab sebagaimana yang telah diembankan kepada mereka. Semoga saja bukan stigmatisasi dan generalisasi pada orang2 yang anda sebut sebagai guru dan dosen itu. Karena masih ada (saya tidak tau apakah banyak atau tidak) tenaga pengajar yang sangat tulus berkerja dan berkarya demi kemajuan dunia pendidikan negara ini, meskipun dengan gaji “full time” seperti yang anda gambarkan
salam
bintoro
Satria
Mei 31, 2010 @ 00:01:11
Bung Bintoro, bagaimana kalau Anda turun ke lapangan (seperti saya) dan teliti berapa jam para guru dan dosen mengajar dalam setiap minggunya? Kebetulan saya banyak berkeliling ke berbagai daerah di Indonesia dan apa yang saya tulis adalah apa yang saya lihat.
Tentu saja ADA guru dan dosen yang mengajar dan bekerja penuh di sekolah/kampusnya. Tapi mereka adalah exceptional dan bahasa kerennya adalah ‘oknum’ belaka. 🙂
bintoro
Mei 31, 2010 @ 08:47:17
Maaf Pak Satria kebetulan saya sudah turun ke lapangan bertahun2 lalu. Saya dosen PNS yang juga sebelum menjadi dosen pernah mengajar di beberapa SMA di kalimantan barat. Sungguh saya tidak menyangkal apa yang anda utarakan tentang fakta2 yang sangat menyedihkan ini, bahkan di institusi tempat saya mengabdi juga ada dosen2 yang bertingkah polah seperti yang anda gambarkan. Jadi pada dasarnya, saya dapat menerima sebagian dari apa yang anda deskripsikan.
Tetapi judul dan isi artikel ini sangat menggiring opini pembaca untuk mengeneralisasi -semua dosen PNS dan guru PNS- memiliki tabiat buruk dengan hanya “makan gaji setangah buta” (karena masih ada kerja paruh waktunya). Padahal kenyataanya tidak demikian. Jika anda juga berjalan2 ke daerah bandung atau yogya, dan melihat bagaimana kinerja dosen dan guru di beberapa sekolah dan universitas negeri di tempat itu tentunya tulisan anda akan sangat tidak relefan (walaupun kenyataanya beliau2 juga adalah guru dan dosen PNS). Saya salah satu anggota di grup riset fisika magnetik dan fotonik PTN di bandung dan saya melihat kinerja luar biasa sebagian besar tenaga pengajar PNS di institusi ini, berkerja di lab dari pagi hingga bahkan kadang jam 7 malam. Demikian pula yang saya lihat ketika saya di yogya, di salah satu universitas negeri di sana. Sungguh, jumlah tenaga pengajar yang bekerja di lembaga2 pendidikan ini bahkan hingga diluar jam wajib tidaklah sedikit sehingga “berlogika bengkok”(meminjam istilah Pak Satria) jika anda mengatakan fenomena ini adalah exceptional 🙂
tetapi terimakasih untuk artikel anda, bagaimanapun juga ini menjadi koreksi bagi seluruh tenaga pendidik yang berstatus PNS. Semoga saja pembuat kebijakan di negara ini bisa meningkatkan peran kontrol dan pengawasanya sehingga hal2 seperti ini tidak terjadi berlarut2. Sehingga gambaran buruk terhadap kinerja guru/dosen yang sesungguhnya dilakukan oleh sebagian orang saja tidak ikut menjelek2kan kinerja sebagian lagi yang lain, yang telah bekerja dengan penuh dedikasi dan ketulusan.
salam
bintoro
tutorkom
Agu 03, 2010 @ 00:43:06
Kita harus berangkat dari landasan berfikir yg bersifat aksiomatis, bhw ketika kita memutuskan menjadi PNS, maka kita harus menerima perangkat2 normatif negara, mulai dari pancasila sampai peraturan2 tambahan yg mengatur tatakerja kita.
Apa yang anda ungkapkan adalah fakta permasalahan sosial yg terjadi di negara kita, ketika kita mengidentifikasi suatu masalah sbg masalah sosial maka kita berasumsi bhw sebagian besar melanda tenaga pengajar di negara kita (bukan semua) & itu memang fakta empiris dilapangan.Dilematisnya lagi ini sdh mengkultur,shg dianggap sbg suatu kewajaran dgn bermacam dalih, padahal ini adalah pelanggaran disiplin yg memliliki konsekuensi hukum. > http://www.beacukai.go.id/library/data/PP53-2010.pdf.Bahkan ada ancaman sangsi bagi pimpinan instansi yg tdk melakukan pengawasan serta sangsi thd bawahannya yg melanggar jam kerja.Terimakasih
An nur
Agu 05, 2010 @ 09:54:11
Benar Pak, Pandangan yang objektif. Masalahnya adalah gaji guru PNS untuk kerja full time belum mencukupi, maka dia harus mencari tambahannya.
Ryan
Agu 13, 2010 @ 03:16:30
Ass. Persoalan kualitas pendidikan itu tidak bisa dilihat dari salah satu faktor. Guru sendiri selama orde baru tidak pernah diopeni dengan baik, pendidikan dianak tirikan, guru tidak pernah dipersiapkan matang…siapa mau mengabdi..jadilah oemar bakrie. Di satu sisi guru juga harus menghadapi situasi negara dan kondisi masyarakat yang selalu memberatkan…konsentrasi terpecah. JAdi kalau ditagih profesional namun diperlakukandengan standar kesejahteraan rendah ya begitu jadinya. Kalau sekarang penghasilan begitu khan beda konteks hidupnya…ingat di Malaysia tuh negaranya tidak seamburadul kita, beban administratif tdk banyak. Di masy guru harus ketua RT, PKK, dasawisma,dsb…dsb mungkin di Malingsia ga begitu.Negaranya lebih pernatian pd pendidikan bukan cuma gaji tapi fasilitas, sarana, iklim, situasi, pelatihan dsb..ya beda dong.
Yosi Rosiana
Sep 15, 2010 @ 04:12:32
Suami saya seorang guru swasta bukan pns, kerjanya full time dari pagi subuh dia pergi dan pulang malem jam 9, sudah 13 tahun bekerja seperti itu, kesempatan jadi ujian cpns sudah dilalui setiap ada jurusan yang sesuai, sampai hari ini gajinya masih tetep kecil … bayangkan sebulan hanya 500rbu…??? namun jiwanya memang seorang guru, jadi tidak mau pindah-pindah kerja..loyalitas kepada yayasan amat tinggi.. namun yayasan kadang tidak melihat apakah dengan pendapatan seperti itu layak hidupkah ntuk 4 jiwa dalam sebulan??? Untuk sendiri aja … susah… Apakah ada UMR untuk guru swasta?? Tolong pikirkan untuk para anggota DPR… jangan duduk, tidur, dengerin, lalu pulang dengan gaji besarrrr…??? Adakah yang terketuk hatinya untuk memperjuangkan kehidupan seorang guru sejati????
Aguspur
Sep 21, 2010 @ 14:39:57
Saya guru PNS : FAKTANYA MEMANG BEGITU Pak Darma.
Dulu ketika saya GTT (guru tidak tetap) di sekolah swasta, selama 8 tahun, saya masuk 6 hari seminggu dan fulltime – kadang bahkan ‘tidur’ di lab, masih membimbing Pramuka, KIR, Pencinta Alam.
Ketika jadi guru PNS, pelahan itu semua luntur – ada ‘suasana batin’ yang berbeda Pak.
Tapi ngomong-ngomong Pak Dharma pernah jadi PNS gak?
WAHYUDI
Sep 27, 2010 @ 14:27:42
Saya setuju dech dengan Pak Satria. Tapi, sekarang sy kira tinggal bagaimana memperbaiki guru yang sudah demikian?
Langkah – teknis para pemangku kepentingan di sekolah, komite sekolah, dikpora, atau masyarakat luas lainnya agar hal seperti yang terdapat dalam tulisan Pak Satria bisa diminimalisir, gitu?
Solusi yang Pak Satria tawarkan apa dong?
Ade Chairil Anwar
Sep 30, 2010 @ 08:15:21
Assalamualaikum..
Ikut numpang nulis ah.. bolehkah pak. Satria.
Kerja malas dipastikan bukanlah cita-cita luhur founding fathers bangsa ini. Mereka semua tentu mengharapkan generasi penerusnya lebih ikhlas dan lebih cerdas dalam mengisi kemerdekaan bangsa ini. Fenomena “jam kerja PNS terutama Guru/Dosen” tentu merupakan tamparan keras sekaligus problematika yang harus kita carikan solusinya. Sepertinya ada yang salah mind-sett para bapak/ibu Guru/Dosen–PNS–kita. Atau mungkin sistem kita yang memag diatur sesuai dengan kenyamanan para subjeknya. Atau jangan-jangan ini merupakan buah konspirasi yang telah diidam-idamkan sejak dulu. Sepertinya harus ada reinterpretasi terhadap hakikat Guru-Pendidik-Pembimbing-Tauladan.
Sinergitas antara Indera-Akal-Intuisi atau Sains-Agama-Filsafat yang baik dan benar dan pemahaman yang komprehensif semoga menyadarkan bapak/ibu Guru/Dosen untuk meningkatkan kualitas dalam menjalankan profesinya dengan proporsional sesuai hukum positif (UU) yang berlaku. Karena meningkatnya kualitas Guru/Dosen, maka meningkat pula kualitas Bangsa Ini.
Wassalam.
wahyudi
Okt 03, 2010 @ 05:55:57
Dengan adanya PP No. 53 Tahun 2010, moga PNS kembali pada fitrahnya. Kembali pada tupoksi seperti yang dikehendaki oleh kita. Oleh para bijak. Oleh masyarakat yang langsung bersentuhan dengan pelayanannya. Amiiin.
hafsah
Nov 05, 2010 @ 03:23:46
sebenarnya tergantung manusianya, suami dan ayah saya guru,sy mlht beberapa teman suami, saya menyarankan “ah jgn terlalu rajin amatlah, yg lain lht tu…” jwb.an suami saya “tanggung jawab saya terhadap Tuhan, bukan manusia” jadi apapun akan selalu diselesaikan dengan baik tanpa memikirkan apakah dia diperhatikan oleh atasan atau tidak…
irwan
Nov 07, 2010 @ 03:00:44
Pencitraan menampakkan seorang idealisme yang salah kaprah seorang bapak, mungkin biar senang dan dapat pujian dari pimpinan membuat berita diblog…, ada yg kurang dari blog anda yang menyalahkan dosen/pengajar/guru, yaitu sistem pendidikan yang utama dibenahi juga pemenuhan kebutuhan standar agar dosen/pengajar/guru tenang mengajar.
Ali Rohmad
Mar 02, 2011 @ 22:31:53
Jika jam kerja PNS guru dan dosen yang dimaksud diukur melalui kehadiran ybs di kampus dengan aktivitas dibatasi hanya mengajar sesuai jadwal, setelah itu pergi dari kampus; maka total jam kerja ybs sebagai PNS tidak akan pernah dapat dipenuhi oleh ybs.
Jika PNS guru dan dosen, secara administrasi sesuai ketentuan yang berlaku, wajib hadir kampus setiap hari kerja sesuai jumlah jam kerja PNS, kemudian di luar jam kerja tersebut wajib istiraharat dari seluruh tugas sebagai PNS guru/dosen dengan jaminan karir secara pasti naik jabatan dua tahun sekali; maka pasti teramat enak menjadi PNS dosen/guru.
Jabatan yang dominan pada PNS guru/dosen itu adalah jabatan fungsional, kepastian karirnya amat ditentukan oleh akumulasi angka kredit yang tidak akan pernah dapat diperoleh manakala ybs hanya duduk manis di meja yang disediakan oleh manajer kampus.
Jika demikan, ternyata: yang enak adalah yang menonton saja.
ali taufik.
Apr 01, 2011 @ 08:24:47
Ass.we.wb. wl sdh cukup lama artikel ini msh enak utk disimak apalagi comment2 teman/tamu dan mas Satria nya. sy mau nanya niich [1].Apakah Mas Satria seorang guru/dosen PNS??.ini dulu yg terpenting ,kl mas Satria seorang guru/dosen PNS, berarti sama se professi dengan sy.kl sdh se professi dgn saya! timbul lagi pertanyaan ?? ”Apakah saudara [Mas Satria]juga ”sdh” memenuhi standart PP yg dimaksud??. wass.
Hari
Apr 07, 2011 @ 15:42:46
Aturan nya emang udah jelas gituh? Berapa jam untuk ini, untuk itu… Dan juga kalau dosen, setahu saya ada yang namanya penelitian, dan itu bisa dilakukan dari tempat lain… Kalau diam nya dikantor, tapi tidak mengajar/meneliti/ yang lain kan ya lebih baik aktif mesti di tempat lain….
yus
Jul 08, 2011 @ 03:22:30
JIka kita belum berkarya atau bekerja dengan hati maka setiap ada kritikan yang membangun maka akan selalu saja ada alasan untuk membolak-balikkan. Semakin dilayani semakin sengit mereka membalas…kalo memang berniat baik seharusnya kita bersyukur mendapat kritikan sepedas apapun, agar kita bisa berbuat lebih baik lagi dan belajar lagi. karena ada kata-kata bijak “Jika kamu merasa pintar berarti bodohlah kamu tapi jika kamu merasa bodoh maka pintarlah kamu”. belajar berarti terus memperbaiki diri. Tidak akan rugi jika kita terus berusaha berbenah dan terus berbenah, bukan mereka yang mendapatkan hasilnya tapi kitalah sendiri yang menerimanya! semoga kita tidak akan memperdebatkan ini lagi dan mari kita berusaha memperbaiki yang rusak, mengembangkan yang telah baik dan mengunggulkan yang telah maju….amin 3x
Syamsul Masri
Jul 16, 2011 @ 00:36:51
Anda perlu belajar banyak kepada guru-guru yang ditempatkan di daerah-daerah terpencil Silahkan anda berkunjung ke kampung halaman saya Lubuk Kampundung, Sundutan Tigo Kec. Muara Btg. Gadis Kab.Madina, Sumatera utara. Pagi mengajar di Sekolah Negeri Sore mengajar di Madrasah dan terkadang ikut mengurusi Masyarakat….Gajinya sering terlambat, naik pangkat di sunat, menumpang di rumah orang. Jauh dari fasilitas yang anda nikmati , Kalo yang begini bagaimana pendapat anda
Satria
Jul 16, 2011 @ 00:42:33
Banyak mana dg tipe guru/PNS yg saya sebutkan di atas?
NDA2
Jul 26, 2011 @ 18:15:56
Saya seorang guru PNS di kota semarang
Menarik sekali tulisan bapak satria.
Fakta yang anda sajikan memang benar ada, tetapi generalisasi tidak bisa kita lakukan. sebenarya guru (PNS) sudah paham dan hafal tugas mereka yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. dan tak lepas lagi adalah pengembangan diri.
Klo boleh saya berpendapat hal yang bapak satria tulis tidak lepas dari PP14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 35 ayat 1 dan 2. juga Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan pasal 6, Yang memungkinkan dijadikan pembenaran, karena disana tidak tertulis jelas juga bahwa kewajiban seorang PNS adalah 37,5 jam perminggu sesuai dengan PP no.53 tahun 2010.
Jadi menurut saya untuk perbaikan adalah tulis secara jelas Kewajiban bekerja pada setiap pasal yang memuat beban mengajar guru 24 jam tatap muka untuk perbaikan kebijakan selanjutnya, supaya tidak menjadikan pembenaran.
Dan saya yakin masih banyak guru yang tetap melakukan kewajibannya secara penuh 37,5 jam per minggu, walau juga ada yang seperti bapak satria tulis.
saya cuma berharap ada perubahan sedikit dari diri masing-masing secara sadar daripada perubahan besar pada semua orang secara paksaan.
Selalu Optimis negeri ini bisa maju…………
untuk gaji PNS saat ini saya rasa cukup untuk pengembangan diri, dengan fasilitas sekolahan yang ada jika mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
Adi Onggoboyo
Okt 19, 2011 @ 00:47:52
diskursus ini sngt menarik, apalagi membaca komentar2 yg disampaikan pembaca 🙂 catatan kecil saya: mayoritas pembaca yg komentar tdk meninggalkan jejak email, atau twitter, atau FB, atau alamat blog/web pribadi, cuma segelintir saja. Kenapa sih pada bersembunyi dibalik dunia maya internet hehe. takut ya identitasnya ketahuan? kalau takut ketahuan ya tidak perlu komentar, itu alias lempar batu sembunyi diri hihihi 🙂 mbok yo identitasnya ditulis yg jelas ditinggali jejak, biar enak diskusinya, sama2 diskusi n bincang2 dgn orang2 yang bertanggung jawab. Syukur2 bisa ketemu offline utk membangun gerakan bersama utk perubahan yg lebih baik. Jangan2 kalau ngomongnya face to face di forum besar gak akan berani sevulgar klo cas cis cus di internet ya hihi 😀
btw, banyak komen di thread posting ini lbh ke arah sensi kritik, yuk para guru kita biasakan dialektika konstruktif, diskusi dgn kritik tajam itu biasa n harus dibiasakan, disampaikan dengan elegan tdk emosional-sensi-reaktif. Kalo gayanya saja sudah sensi-anti kritik gitu gimana klo ntar murid2nya nanya, mengkritisi, atau malah mendebat gurunya? trus siswanya dibungkam secara represif? 😀 oh indonesiaku, semoga kita jadi lebih baik. Amiin…
osaondi
Feb 03, 2012 @ 06:13:39
Menurut peraturan bersama mendikbud dan kepala BKN tahun 1999 (kalo gak salah tuh) tentang petunjuk jabatan fungsional guru: bahwa diatur jam wajib guru 18JP. kemudian diperbarui lgi setelah adanya sertifikasi guru dan dosen dg peraturan bersama mendiknas dan kepala BKN tentang petunjuk jabatan fungsional guru: bahwa diatur jam wajib guru 24JP. yang kemudian di jabarkan melalui petunjuk teknis perhitungan jam kerja guru bahwa 24 JP setara dengan 37,5 jam biasa.bagi guru yg kurang dr jam tsb telah diatur dlama petunjuk teknis perhitungan jam kerja guru. Nah, ini akan berbeda dg dosen. menurut petunjuk fungsional dosen (peraturan bersama mendikbud dan Kepala BKN), jam wajib dosen setingginya 12 SKS (ini baru komponen pendidikan dan pengajaran). dosen terikat oleh tri dharma perguruan tinggi:pendididikan dan pengajaran,penelitian,pengabdian kepada masyarakat. setelah adanya sertifikasi dosen, maka jam wajib dosen antara 12-16 SKS. khusus bagi guru besar,ada tambahan tugas. dalam peraturan tsb tidak disebutkan banyaknya hari ke kantor baik untuk guru ataupun dosen. peraturan2 yg sy sampaikan dpt diunduh di http://osaondi.tk.
nug
Apr 06, 2012 @ 03:27:08
Bagus sekalii diskusinya benar2 hangat sampai panas…Keluarga sya seorang Guru PNS dan apa yg disampaikan ituu ada benarnya juga,bhkan sya sring melontarkan kritik ke ortu sya..Gak usah jauh2 deh mbahas jam ngajar,mbahas contoh sepele kedisiplinan waktu ajalaah,rata2 guru dan dosen masuk kelas telat sepuluh menit dan mengakhiri sesi pelajaran 5 menit sebelum pergantian jam apalgi klo sesi pagi jam 7 molornya lebh dri ituu .Artinya ada 15 menit waktu yg dibuang(15 dri 45 menit= 1/3nya)..Klopun full ngajar 20 jam klo terbuang 1/3nya maka efektifnya cuma 12 jam.Klo masalah profesionalisme sya tdk setuju semata2 diukur dgn gaji,lha wong faktanya dapt sertifikasi atau nggak sama aja,intinya masalah passion aja…Bnyak yg menganggap profesi pendidik semata2 untuk cari duit akibatnya,ya kayak gini.Beda halnya dgn guru yg penuh passion gaji rendah,disekolah reyok,dipelosok pedalaman,bhkan kdang mereka cuma dibayar dgn hasil kebun, it’s no problem for them..mereka tetap bersemangat..:D.Bagi sya itu guru yg benar,mengajar by heart not just only money…:D
diko
Apr 24, 2012 @ 04:50:24
wah klo dibuat sinetron dapat berapa episode nih???
dari 2006 sampe 2012 ga kelar2…
hehehe…
Indra
Okt 12, 2013 @ 09:36:38
Kalo begitu mengapa anda tidak jadi guru?
cepisafruddin
Jul 23, 2014 @ 10:09:06
Buat semua aja deh… saya pikir ini blognya pak Satria Dharma mantan Direktur P2TK Dikemen..He.heheh…
Tolong baca dan pahami peraturan perundangan tentang bebak kerja guru dan dosen deh, biar tidak persepsi dan opini yang berjalan (biar tidak ada dusta diantara kita.
Disana diatur tentang beban kerja minimal bagi guru dan dosen. Jam mengajar guru dan dosen minimal itu akan disetarakan dengan jam kerja minimal bagi PNS….
terima kasih…
cepisafruddin
Jul 23, 2014 @ 10:10:22
kalau tidak suka dengan kondisi yang ada, silahkan rubah peraturan perundangan yang mengatur beban kerja guru dan dosen tersebut…
tabe….
ahadiputro
Nov 23, 2014 @ 17:56:07
Aihhh…jadi pengen komen.
Saya PNS, fungsional, kurang lebih 300 hari dari 365 hari kerja dalam setahun tugas di luar kantor 😦
Jam kerja pukul 07.30 s.d. 17.00. Absensi hand print (bukan jari loh, pake telapak tangan). Output pekerjaan berdasarkan hasil, selesai ga selesai kumpulkan 😦 jadinya sering jadi kalong…
Sebenernya (kalo boleh) saya mau kritik pak satria, terutama karena telah mengeneralisir suatu keadaan tertentu. Alangkah lebih baik kalo pak satria menyebutnya dengan kata “Oknum Guru”. Ya, sebagian besar juga opini kan, data (kualitatifnya) tidak ada. Jadi hanya hasil dari observasi tak tercatat.
Konteks yang mau diangkat pak satria adalah guru sebagai PNS, yang diharuskan mengikuti peraturan kepegawaian yang dibuat oleh pemerintah, bukan hanya masalah mengajar, tapi masalah DISIPLIN bekerja. Tentu saja kerugian yang ditimbulkan adalah korupsi waktu.
Katakanlah mengajarnya oke, tapi ga bekerja sesuai aturan PNS (inget loh, guru PNS). Di sisi lain, yang di pelosok (masih mending pelosok, lah kalo nyeberang pulau dengan jarak 4-6 jam..) setiap harinya harus mati2an bertarung dengan maut supaya bisa ngajar. So, persoalan kedua, pola mutasi guru yang belum ada. Menurut saya guru harus rutin dirotasi supaya bisa empati!
Ketiga, PR pemerintah daerah dan pemerintah pusat adalah bagaimana guru-guru PNS yg ada bekerja lebih efisien, menerapkan prinsip KEADILAN bagi guru PNS dan non-PNS, dan tidak lupa melengkapi sarana prasarana mengajar dan bekerja.
Salam.
Survey saya pada suatu kabupaten di 5 SDN, 1 SMPN, dan 1 SMAN pernah menemukan bahwa guru PNS yang tidak menjabat di posisi struktural di sekolah, memang masuk hanya pada saat ada jam mengajar. Alasannya sudah dijelaskan secara gamblang oleh pak satria. Hmmmm….
Haryanti
Des 18, 2014 @ 03:26:33
Wahhh…. Seru sekali membaca Artikel dan komentar2 diatas. saya pribadi menghargai dan menghormati dua sisi Pro dan Kontra yang terjadi. dalam hidup ini perlu adanya Konflik untuk kearah yang lebih baik lagi. Ayo Bapak dan Ibu Guru Semangat! Majukan Pendidikan Kita.
Anan
Jul 29, 2015 @ 12:22:52
Saya guru pns di sebuah smk…masuk kerja jam 7:30 pulang jam 14:00 setiap hari,,bahkan bisa sampai jam 16:00,, apa yang anda tulis ,,saya akui ada sebagian oknum guru malas seperti itu,,tapi di satu sisi seolah-olah anda mengatakan semua guru pns khususnya guru mapel hanya masuk pas ngajar saja…bung perlu anda ketahui kami guru mapel dgn status pns punya kewajiban dan tanggung jawab jauh lebih besar ketimbang guru honorer,,mulai dari perangkat mengajar,,guru pns harus punya(buat) ,,honorer hanya copas perangkat kami,,.. kedua ..guru pns punya kewajiban menjaga fasilitas sekolah seperti bangunan,peralatan dan perlengkapan pembelajaran,,,ketiga..guru pns punya kewajiban memperhatikan perkembangan peserta didik baik akademis maupun non akademis contohnya dengan menjadi guru wali/kaprog/kabeng,,..keempat guru pns punya kewajiban /keharusan mempertanggungjawabkan kondisi sekolah pada dinas disdikpora dan atau pejabat daerah/pusat,,… Dari empat contoh saja ,,bisa dibayangkan tugas tambahan bagi guru pns dengan segala birokrasinya..jadi menurut saya,,masih banyak guru pns khususnya guru mapel punya dedikasi kerja.
A Yuliansah
Jan 17, 2018 @ 01:49:52
Jika ingin tahu jawaban atas semua kata-kata anda dalam tulisan di atas, cobalah menjadi guru sebentar saja, dan saya jamin, anda akan langsung menghapus tulisan di atas
eka wijaya
Mar 21, 2021 @ 14:27:42
sampai sekarangpun masih sama pak, guru dan dosen selalu bilang yang teraniaya karena minimnya penghargaan.
tapi coba tengok SBM setiap tahun, justru di SBM yg paling banyak itu tentang guru dan dosen. belum lagi penelitian dan pengabdian dosen banyak banget pemasukan karena di penelitian dan pengabdian banyak kwitansi bodong. kerja guru dan dosen pun tidak penuh pak, kalaupun kerja jam 07.30 sampai 16.00, mereka dapat tambahan honor jika kelebihan jam mengajar. pokoknya guru dan dosen gk sejahtera itu hanya bohong. sandingkan dengan pns lain, pasti menang guru dan dosen.
paizoo
Mar 22, 2021 @ 02:07:20
Sepertinya Jenengan tendik di sebuah unversitas ya..hehhe.. tapi di SBM tidak ada honorarium dalam penelitian dan PPM. Soal tadi kuitansi bodong,bisa saja terjadi,karena ada beberapa poin pengeluaran operaisonal yang tak ada dalam SBM.