Pernah dengar Chaos Theory? Katanya sih kepak sayap seekor kupu-kupu di belahan dunia sini bisa menjadi gelombang badai di belahan dunia yang lain. Apa dan bagaimana sebenarnya teori tersebut saya sendiri tidak paham. Tapi pagi ini saya melihat betapa dahsyatnya ‘gelombang badai’ yang dihasilkan oleh ‘kepakan sayap kupu-kupu’ seorang Ibu Muslimah, seorang guru SD di sudut terpencil Belitong yang dituangkan secara imajinatif oleh Andrea Hirata dengan novel Laskar Pelanginya. Dahsyat! ‘Kepak sayap kupu-kupu’ Ibu Muslimah tersebut telah membuat gelombang badai dan kegemparan di seantero Indonesia setelah ‘kepakan’ pertamanya ia lakukan belasan tahun yang lalu di sebuah desa kecil bernama Gantong, Belitong, Siapa yang tahu bahwa kepak lemah seekor kupu-kupu di sebuah sudut dunia yang tidak kita kenal, dan mungkin samasekali tidak signifikan bagi kita, dalam jangka waktu puluhan tahun kemudian bisa menjadi badai taifun yang melanda dahsyat?
Pagi ini saya mendapat undangan untuk menonton pemutaran film “Laskar Pelangi” di Megablitz Cineplex, Grand Indonesia. Undangan itu datang dari Klub Guru yang diajak nonton gratis oleh Pertamina Foundation, produser film tersebut. Ada hampir dua ratus guru dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang tergabung dalam Klub Guru Jabodetabek yang hadir dalam pemutaran film tersebut. Bersama para guru tersebut datang juga sekitar 150-an siswa dari yayasan Al-Ittikon dari Kapuk Muara. Tak ada yang lebih pantas untuk menonton film ini selain para guru dan murid sekolah pinggiran. Film ini menurut saya didedikasikan bagi anak-anak miskin, terpencil, dan terpinggirkan yang tetap gigih untuk bersekolah dalam keadaan dan kondisi yang begitu mengenaskan macam Ikal, Lintang, Mahar, dan Harun. Film ini didedikasikan bagi guru dengan hati seluas samudra macam Ibu Muslimah yang pantang menyerah untuk mendidik
anak-anak yang dianggap tidak punya masa depan ini dalam situasi yang sangat minim. Film ini didedikasikan bagi kita yang ingin melihat Indonesia yang lebih baik melalui pendidikan yang berkualitas bagi setiap anak di sudut tersembunyi daerah mana pun.
Ketika tiba di Grand Indonesia saya melihat seratus lebih anak-anak usia SD dan SMP berpakaian pramuka antri dengan tertib dipandu oleh guru mereka untuk naik lift ke lantai 8 dimana film tersebut bakal diputar. Jelas sekali bahwa sebagian besar di antara mereka baru sekali itu masuk ke Grand Indonesia dan juga baru pertama kalinya naik lift! Para siswa dan juga sebagian guru terbelalak dan melongo melihat kemewahan gedung yang baru pertemakalinya mereka injak tersebut. Padahal mereka tidak tinggal di Belitong dan Grand Indonesia hanya berjarak belasan kilometer dari tempat tinggal mereka! Selain nonton gratis mereka juga mendapat minuman Coke dan camilan pop-corn serta merchandise dari Pertamina Foundation. Hari itu mereka merasakan nikmatnya dimanjakan oleh Pertamina Foundation berkat ‘kibasan sayap kupu-kupu’ Ibu Muslimah. Karena terinspirasi oleh kegigihan Ibu Muslimah, gurunya di pelosok Belitong itulah Andrea Hirata menulis buku Laskar Pelangi yang menjadi ‘best seller’ dan kemudian dijadikan film oleh Pertamina Foundation tersebut. Kegigihan Ibu Muslimah yang seolah merupakan ‘kibasan sayap kupu-kupu’ di pelosok Belitung bertahun-tahun yang lalu saat ini telah menjadi gelombang dahsyat yang mampu menggerakkan begitu banyak orang untuk melakukan berbagai kegiatan yang berskala badai taifun.
Film yang bertemakan pendidikan bagi semua orang (Education For All) ini diharapkan dapat membangkitkan semangat dan dedikasi para guru dalam mengajar dengan penuh keikhlasan dan juga membangkitkan semangat siswa untuk mengejar prestasi dan tetap bersekolah meski dalam keadaan yang paling minim sekali pun. Tokoh Ibu Muslimah dan Pak Arpan yang begitu gigih mendidik anak-anak di pedalaman Belitong meski dalam kondisi yang tidak layak benar-benar dapat menjadi teladan bagi semua guru Indonesia. Kecintaan mereka pada pendidikan dan kegigihan dan kesabaran mereka dalam bertahan dalam kesulitan diharapkan dapat menginspirasi para guru untuk juga melakukan hal yang sama demi masa depan bangsa dan negara.
Di luar saya mengobrol dengan Pak Sururi, Ketua Klub Guru Tangerang, yang dengan bersemangat menyampaikan keinginannya untuk mengajak para guru dan pengamat pendidikan membantu sebuah sekolah di daerahnya yang dianggapnya seperti kandang kambing, persis seperti sekolah dalam film Laskar Pelangi tersebut. Saya sampaikan bahwa ia perlu membentuk sebuah tim yang terdiri dari orang yang sungguh-sungguh mau bekerja keras membuat sebuah perubahan pada sekolah tersebut. Jika mereka dapat mengetuk hati para pengusaha dan orang kaya di sekitar mereka maka tidak mustahil kisah kesuksesan Laskar Pelangi dapat mereka lakukan juga. Pak Sururi bukan satu-satunya guru yang tergugah dan terinspirasi oleh ‘kepakan sayap kupu-kupu’ Andrea Hirata (atau mungkin dimulai oleh ‘kepakan’ awal Ibu Muslimah di sudut desa Gantong di Belitong) melalui buku dan film Laskar Pelanginya. Seorang teman yang tidak berhubungan dengan dunia pendidikan menyatakan keinginannya untuk membantu dunia pendidikan setelah membaca novel Laskar Pelangi ini. In anyway he can, katanya.
Saya baca bahwa meski baru beredar beberapa minggu penonton film ini telah mencapai rekor jumlah penonton untuk film Indonesia. Padahal film ini belum masuk ke kota-kota besar di seluruh Indonesia. Di semua bioskop yang memutar film ini penonton berjubel dan mereka harus antri untuk memperoleh tiket untuk pertunjukan pada hari berikutnya. Bayangkan betapa banyaknya orang yang terkena efek dari ‘kepakan sayap kupu-kupu’ tersebut.
Saya perlu memberi catatan khusus pada film ini karena meski film “Ayat-ayat Cinta” juga mendapat sambutan luar biasa dari penonton tapi film Laskar Pelangi ini punya pesan yang lebih jelas dan nyata. Pesannya adalah tentang pentingnya pendidikan bagi setiap anak dan betapa pendidikan bisa mengubah nasib seseorang. “Ayat-ayat Cinta” adalah film romansa dan mungkin tidak cocok bagi anak-anak. Ia juga mungkin tidak akan mendorong kita untuk melakukan sesuatu, yaitu berbagi dengan orang lain yang berada di bawah kita, khususnya di bidang pendidikan. Tapi Laskar Pelangi adalah film tentang pendidikan yang begitu universal sehingga bisa ditonton dan memberi inspirasi mulai dari anak-anak sekolah hingga para pejabat. Kisahnya begitu menyentuh sehingga anak saya yang suka cengengesan saja bilang bahwa ia begitu terharu sehingga meneteskan air mata ketika menonton film ini. Perlu kita ingat bahwa efek film Laskar Pelangi ini bukanlah keharuan romansa seperti di “Ayat-ayat Cinta” tapi keharuan akan nasib anak sekolah yang begitu menyentuh dan mendorong kita untuk melakukan sesuatu bagi pendidikan.
Kepakan sayap kupu-kupu tersebut telah menghasilkan gelombang angin yang luar biasa di sudut yang lain. Dan ini baru merupakan awal! Kalau sosok seperti Pak Guru Sururi saja mampu tersentuh nuraninya dan terinspirasi untuk melakukan sesuatu yang di luar pekerjaan rutinnya coba bayangkan jika yang menonton itu seorang gubernur atau konglomerat, umpamanya! Buku dan film Laskar Pelangi ini mampu menyentuh hati kecil kita dan mampu membangkitkan motivasi kita untuk berbuat lebih demi pendidikan bagi anak-anak di sekitar kita. Kita merasa tergugah dan merasa terdorong untuk melakukan perbuatan mulia yang sama sepreti yang dilakukan oleh Ibu Muslimah di Gantong, Belitong. Saat ini katanya pemerintah daerah Belitung telah berinisiatif untuk membuat program ”Wisata Laskar Pelangi” dengan obyek lokasi yang disebutkan dalam novel tersebut. Kabarnya sudah banyak orang yang tertarik untuk mengikuti program tersebut.
Saya sebenarnya sudah menonton film tersebut di Surabaya tapi saya ingin datang dan melihat suasana nonton bareng tersebut di Grand Indonesia. Gedung penuh sesak dengan anak-anak dan para guru. Sebagai undangan saya duduk didepan bersama para undangan lain di gedung bioskop mewah tersebut.Di deretan sebelah kiri saya duduk para pemeran film tersebut! Ada ‘Ikal’, ‘Lintang’, ‘A Ling’, dan lain-lain. Di sebelah kanan saya duduk Ir Achmad Rizali, calon Direktur Eksekutif Pertamina Foundation yang baru, yang mengundang saya untuk datang. Beliau sebelum ini adalah Ketua Klub Guru Jabodetabek. Sambil bergurau beliau berkata bahwa ia sama terbelalaknya dengan anak-anak SD Kapuk Muara tersebut ketika tiba di Grand Indonesia. Ini pertamakalinya beliau datang ke gedung mewah ini. Dan itu juga karena ‘kepakan sayap’ Ibu Muslimah!
Setelah saya amati ternyata para pemeran anak-anak tersebut dikomando oleh seorang wanita yang duduk persis di sebelah kiri saya. Ia menjadi semacam ‘ibu’ bagi mereka karena ialah yang memberi komando kapan mereka harus maju ke panggung atau melakukan ini itu. Ketika saya memperkenalkan diri, ia menyebutkan namanya, :”Cut Mini…”. Ternyata saya duduk di sebelah ’Ibu Muslimah’! yang kepakannya bakal dinikmati oleh para penonton pada hari ini.
Sambil berbasa-basi saya tanyakan padanya apakah ia tidak merasa terlalu cantik untuk memerankan sosok Ibu Muslimah ia menjawab,”Taklah. Ibu Muslimah itu pun seorang guru yang cantiklah.” dengan menggunakan logat Belitongnya sambil tertawa.
Ya, kepakan kecantikan hati Bu Muslimah yang digambarkan dalam novel dan film tersebutlah yang menyebabkan semua gelombang dan badai kebaikan dan keindahan yang saya lihat pada hari ini. Dahsyat dan mengharubiru!
Jakarta, 11 Oktober 2008
Satria Dharma
lisda
Okt 13, 2008 @ 04:13:44
Sungguh menakjubkan mengamati fenomena Laskar Pelangi di negri ini. Lebaran-ku penuh dengan diskusi tentangnya! Sampai hari ini, hari pertama sekolah…
Semoga saja tak cuma berbuah simpati dan kekaguman, tapi menjadi suatu kekuatan dahsyat yang bisa mencerahkan dunia pendidikan. Semoga.. oh semoga, tak hanya menyentuh hati semua yang berkiprah langsung di dunia pendidikan, tapi juga para pemegang kekuasaan dan semua ‘tangannya’.
Kalau kita masih juga berkeluh kesah soal kurikulum, ujian nasional, dll, hiruplah gairah yang ada pada seorang ibu Muslimah, yang dalam segala keterbatasan yang ada malah memunculkan banyak kreativitas dan peluang untuk tetap mendidik di setiap kesempatan.
Ada yang membuatku merenung panjang. Alangkah hebatnya juga murid-murid ibu muslimah. Sehebat itukah murid-muridku?
Muridku itu …ada yang suka ngumpet, manjat pohon nangka hanya karena tak mau di suruh azan, ada yang bolos sekolah bangun kesiangan, ada yang kabur ketika shalat tarawih karena mau main PS. Sebetulnya sih yang demikian itu hanya beberapa, sebagian besar adalah para juara. Tapi yang sedikit itu telah menyita energi dan air mata….
Jadi menurutku, sebagai guru, yang terberat adalah membangkitkan kemauan untuk belajar. Yang selalu paling menyedihkan adalah kematian semangat, semangat untuk belajar, semangat untuk lebih baik. Tanpa semangat itu orang menjadi pasif, apatis bahkan cenderung akan menjadi beban orang lain.
Nah, bicara soal membangkitkan semangat inilah ‘mungkin’ keteladanan utama ibu Muslimah.
Wallahu ‘alam.
—— Eeeh, aku belum nonton filmnya! Habis, kata anakku, lebih seru bukunya——
Satria
Okt 13, 2008 @ 06:37:30
Bukunya memang jauh lebih seru. Saya bahkan ragu-ragu apakah penonton film yang tidak membaca bukunya bisa memahami potongan-potongan kisah yang divisualkan dalam film tersebut. Coba tanya mereka apa yang mereka pahami scene ketika Mahar menjemur baterei di atap sekolah? Anak-anak yang hidup di masa baterei Alkaline dan ‘recharge’ tidak akan paham itu. Tapi secara umum pesan dari film ini dapat ditangkap dan dipahami oleh penonton. Mungkin film ini bisa mendorong mereka yang belum membaca bukunya untuk menikmati bukunya.
Kita tidak akan pernah tahu apakah ‘kepakan sayap’ yang kita lakukan saat ini akan menghasilkan ‘badai’ suatu masa di masa mendatang atau tidak. Bahkan Bu Muslimah tidak pernah tahu Yang kita imani adalah bahwa setiap perbuatan baik akan menghasilkan perbuatna baik juga dalam kelipatan yang berpuluh bahkan keratus kali. Maka mari kita bersama-sama terus ‘mengepakkan sayap’ kebaikan di mana-mana, selemah apa pun kepakan tersebut.
Salam
Satria
andreas iswinarto
Okt 13, 2008 @ 06:39:58
Buku dan Film Laskar Pelangi menghentak khalayak, menggugah para guru, menginspirasi jutaan pembaca, menghardik dunia pendidikan di negeri ini. Asrori S. Karni menyebutnya The Phenomenon.
Buku Anak-anak Membangun Kesadaran Kritis barangkali dapat melengkapi gambaran tentang bagaimana anak bila diberikan perlakuan yang tepat (memberikan hati seperti dilakukan bu Muslimah) dan kesempatan untuk berpartisipasi maka anak-anak dapat menjadi subyek/pelaku perubahan sosial yang luar biasa.
Salam hangat dan silah kunjung
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/buku-online-gratis-anak-anak-membangun.html
Niq
Okt 13, 2008 @ 07:42:50
Hidup ini begitu indah, bahkan sangat indah!!!
tapi bagi mereka yang mau memaknai segala keadaan yang ada. yang serba terbatas mungkin.
begitu mengharu biru memang ketika kita melihat tayangan itu.
tapi….setelah keluar gedung bioskop, sayapun bingung harus berbuat apa untuk dunia pendidikan kita.. somethink real??!!but, what???
saya hanya bisa berupaya untuk menjadi manuasia yang berguna bagi orang di sekitar saya!
senantiasa tersenyum,
Niq
Tri
Okt 13, 2008 @ 08:23:56
Aku pernah tinggal di Belitong hampir 4 tahun bersama istri dan salah seorang anakku (kakaknya sekolah di Medan). Sudah hampir 2 tahun pula kami kembali ke Medan, tempat tinggal kami, tapi anakku selalu meminta utk kembali ke Belitong yg memang sangat Indah. Di sana, aku juga pernah membentuk kelompok belajar buat anak2 karyawan usia pra-sekolah, karena taman kanak2 atau play group cuma ada di ibukota Tanjung Pandan (+/- 45 km). Aku mengundang guru playgroup dari kota utk mengajar 2x seminggu. Mudah2 langkah kecilku ini bisa diteruskan sehingga dunia pendidikan di Belitong yang memang sangat memprihatinkan dapat lebih maju. Perusahaan tempatku bekerja juga memberi bantuan buat 44 guru honor yg ada di beberapa SD/Madrasah, karena terbatasnya guru tetap. 1 sekolah hanya ada 1orang guru tetap yg berstatus PNS. Aku mengajak kita semua utk ikut memajukan negeri ini dimanapun kita berada dan dengan kemampuan yg kita punya, daripada hanya berdebat soal korupsi yang tidak ada habis-habisnya…. Salam Sukses
Satria
Okt 13, 2008 @ 09:05:59
Sekarang semua mata melihat ke Propinsi Bangka Belitung akibat populernya “Laskar Pelangi” dan jika dapat dimanfaatkan maka itu akan menjadi modal yang besar untuk membangun daerah tersebut. Propinsi Bangka Belitung harus dapat mengambil manfaat dari momentum populernya “Laskar Pelangi” ini. Pemerintah daerahnya harus dapat menggunakannya sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran dan menggugah keinginan semua orang di daerah tersebut untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah tersebut. Jika momentum ini tidak dimanfaatkan maka Propinsi Babel akan kehilangan kesempatan yang sangat baik dan mungkin tidak akan pernah kembali lagi.
Salam
Satria
enggar
Okt 13, 2008 @ 09:27:21
Salam Pak. Walaupun saya sudah pernah menonton film ini sebelumnya tapi melihat kembali film ini dengan rekan-rekan guru sejabodetabek adalah pengalaman yang menyenangkan. Terima kasih buat klub guru dan pertamina. Btw, senang bisa bertemu Bapak di sana.
keliek
Okt 14, 2008 @ 07:36:03
saya nyesel nonton laskar pelangi.
saya nyesel berharap banyak pada andrea hirata, miles,riri dsb.
filmnya tidak ngomong sebanyak bukunya.
bukunya saya baca lebih dari 10 kali. sampai hafal titik komanya, dan selalu saya temukan sesuatu yang baru.
filmnya baru 30 menit saya sudah jengah. capek dan tidak tahu arahnya.
saya hanya tertarik dg aktingnya Tora. Cuma Harun yang ditampilkan seperti bayangan saya.
Ikal terlalu lembek jatuh cinta.
Lintang terlalu serius, roh kegigigannya tidak ada.
Flo numpang lewat, terlalu cantik dan dewasa.
Jatuh cinta yang terlalu sentimentil.
Bodenga kurang seram dan tidak tahu maksudnya.
17-an yang tidak selucu yang dibayangkan.
Film ini kehilangan roh yang sebenarnya.
Satire dan komedi cerdas yang membuat kita tertawa sekaligus merenung dalam kepahitan.
Saya yakin seluruh kru produksi, andrea dan miles pernah menonton forest gump.
kenapa tidak ada narator yang menjelaskan mozaik peristiwa itu?
kasihan mereka yang berharap banyak.
termasuk saya.
film ini menenggelamkan kecerdasan humor khas andrea.
jangan terulang di sequel-nya. jika ada…
salam
pay
Okt 15, 2008 @ 08:48:26
satu yg terpikirkan oleh saya, bagaimana kalu dibentuk “laskar Pelangi Foundation”……gimana…..???
sandyarani
Okt 20, 2008 @ 04:17:31
Selama saya menikmati film ini, pikiran saya melayang ke masa-masa saya di sekolah yang perjuangannya mirpi dengan anak-anak laskar pelangi. Kemudian saya jadi berfikir, apakah ikal alias Andrea Hirata kalau dilahirkan di masa sekarang dimana pendidikan yang baik (yang tidak beroientasi nilai seperti yang didengungkan oleh Bapak sekolahnya ikal) milik anak-anak orang kaya yang sekolahnya berkurikulum internasional. Ikal kalau saat ini sekolah di SDN Bantar Gebang lima belas tahun kemudian apa dia bisa masuk UI, dapet beasiswa ke PErancis, dan kerja di tempat bergengsi di telkom? Pak SATRIA BENAR, PENDIIDKAN HARUS DIBUAT GRATIS. Tidak ada pilihan lain. Mengenai kualitas film, memang tidak sebagus novelnya. Tapi yang penting film punya power lebih dashyat untuk menggugah orang. Ada beberapa film lain yang sangat baik di tonton oleh mereka yang peduli pada dunia pendidikan anak-anak, , CHILDREN OF GOD. Kalo nggak salah dari Iran. Film ini sangat menyentuh tanpa dipadati dengan kata-kata nasehat. Visualisasi yang sangat sederhana tetapi sarat dengan pesan mendalam tentang anak-kemiskinan-pantang menyerah yang jauh dari kesan menggurui. Cerita ini tentang kakak dan adik yang terpaksa harus bergantian memakai sepatu ke sekolah, saking miskinnya orang tua mereka. Ini adalah film yang paling banyak menguras emosi saya. Kedua, Osama (Nggak ada hubungannya dengan Osama bin LAdden!). Cerita tentang seorang anak perempuan yang menyamar menjadi lelaki karena sangat ingin bersekolah di Afgansitan di era taliban yang melarang perempuan bersekolah. Dan berikutnya Emperor of the Sun, tentang seorang anak Inggris yang terperangkap dalam pemboman Hiroshima. Film yang menyajikan peperangan dari kacamata seorang anak. Ketiga film ini plus Laskar Pelangi adalah a wake up call bagi kita para guru dan orang tua. Kalau untuk buku, saya sarankan Anda membaca TOTO CHAN, DUA BELAS PASANG MATA, SHEILA., A CHILD CALLED IT. Saya nggak ingat pengarangnya. Kalau saya jadi mentri pendidikan, saya akan mewajibakan semua calon orang tua sebelum melahirkan anak-anak kedunia untuk menonton film-film dan buku-buku tersebut. Begitu juga untuk calon guru. Tabik!
Satria Dharma
Okt 20, 2008 @ 07:48:25
Seluruh dunia sudah sepakat bahwa pendidikan dasar itu HARUS GRATIS. Baca https://satriadharma.wordpress.com/2008/09/18/tahukah-anda-bahwa-pendidikan-gratis-dan-bermutu-adalah-hak-setiap-anak/
Jika negara-negara maju saja perlu menggratiskan pendidikannya maka sebenarnya kita JAUH LEBIH PERLU untuk menggratiskan pendidikan kita karena masih begitu banyaknya orang miskin.
Kalau ada daerah yang belum menggratiskan pendidikan dasarnya sebenarnya hanya karena kepala daerahnya belum paham caranya saja. SEMUA Kabupaten/Kota pada hakikatnya BISA menggratiskan biaya pendidikan dasarnya karena caranya cukup mudah. Tentu saja akan ada hambatan dan tantangan dari sekolah yang merasa terganggu dengan sistem baru ini tapi jika kepala daerahnya tegas maka dengan mudah itu semua dilewati.
Mengenai film… ada banyak film yang inspiring dan motivating. “Dead Poet Society” juga bagus. “Man of Honor” luar biasa menggigit pesannya.
Salam
Satria
adi-tiatama
Okt 21, 2008 @ 03:02:26
Laskar Pelangi memang yahudd,,,,
fatur
Nov 04, 2008 @ 18:33:09
Wah tak disangka kepak sayapnya Bu Muslimah telah menjadi tornado dimana-mana. Mudah-mudahan bpk SBY dan aparatnya juga merasakan terjangan tornado tersebut, kalau tdk ya kebangetan. Informasi yang berharga ini seharusnya menjadi feedback buat pemerintah untuk mengkaji lagi berbagai macam kebijakan pendidikan yang telah dan akan dilaksanakan. Nah kalau nurutin prinsip Chaos theory, feedback yg tdk digunakan dengan baik akan menjadikan sistem menjadi chaos. Thanks Pak Satria atas resensinya. Semoga fenomena laskar pelangi akan menyadarkan semua masyarakat dan penguasa akan realita pendidikan di Indonesia. Salah satunya menurut saya adalah pendidikan yg berkeadilan (social justice in education) yang menurut saya banyak yg diabaikan (lihat jurang yg memisah antara anak2 di sekolah PN Timah dan sekolahnya laskar pelangi).
kadaryanto
Nov 05, 2008 @ 15:32:02
Saya memang belum nonton filmnya, karna mungkin belum sampai ke luar negri, dan membaca bukunya pun saya belum selse semua, paling hanya dapet tambahan ceritanya secara keseluruhan dari istri saya yang sudah melalap habis buku2 andrea hirata, itupun via telpon.
Namun demikian, dari membaca intisari, sinopsis, dan tulisan2 dari beberapa blog, saya dapat membayangkan betapa dahsyatnya efek “kepakan” sosok ibu muslimah yg digambarkan oleh Andrea.
Saya hanya berharap, fenomena ini bisa menjadi “percikan” energi bagi pemerintah dan seluruh elemen lain untuk secara serempak menggratiskan pendidikan dasar bagi anak2 bangsa ini, seperti yang digemakan sedemikian kuatnya oleh pak Satria.
Benar, itu adalah hak mereka. Dan pemerintah WAJIB memenuhi hak mereka.
Tapi kenapa sampai sekarang belum juga di gratiskan secara nasional ya pak? Kenapa anggapan bahwa “School is costly” masih ada disana sini pak? Dan kenapa masih tetap ada disparitas kesempatan pendidikan/sekolah untuk “the have” dan “the poor” diberbagai penjuru negeri ini? Sebenarnya seperti apa ya pak konsep sekolah gratis yang ideal bagi bangsa ini?
Di satu sisi, memang pemerintah “dihujani” tuntutan untuk mensejahterakan guru/dosen. Walhasil, Gaji Guru akan dinaikkan lagi. Tp disisi lain pemerintah harus mengemban amanah UUD untuk memberikan sekolah gratis.
Sebenarnya mana ya pak yang harus diprioritaskan, gaji guru naik, atau sekolah gratis pak? Atau dua2 nya pak?
Saya sendiri yang juga salah seorang pendidik, jujur sangat menyambut baik kenaikan gaji itu, tapi yang jadi persoalan apakah hal itu akan berkorelasi positif terhadap kinerja dan profesionalisme? Apakah kenaikan itu bisa menjawab semua tantangan pendidikan bangsa ini?
Makasih ya pak atas sharingnya.
Satria
Nov 05, 2008 @ 22:43:49
Pak Kadaryanto,
Sekolah gratis pada intinya memang mendorong pemerintah untuk bertanggungjawab atas pendidikan bangsa. Bukankah negara ini kita bangun dengan tujuan agar kita bisa memenuhi cita-cita besar kita bersama? And it’s been more than 60 years since we declared it! Kita ini membayar pajak, sumber daya alam digali, tanah dibongkar, langit dikapling, dll. semuanya itu haruslah untuk kepentingan bangsa dan negara.
Dengan sekolah gratis artinya pemerintahlah yang harus membiayai pendidikan dan bukan lagi dibebankan pada masyarakat yang sudah membayar pajak dan retribusi bermacam-macam. Membiayai pendidikan artinya termasuk membayar gaji guru yang memadai dan membiayai operasional sekolah. Jadi menggratiskan sekolah artinya membiayai kenaikan gaji guru dan memberi dana operasional bagi sekolah dari pendapatan negara baik dari pajak maupun dari pengelolaan sumber daya alam negara.
Apakah kalau gaji guru naik maka profesionalisme akan meningkat? Setiap kenaikan gaji semestinya juga diiringi dengan meningkatnya rasa tanggung jawab dari guru dalam meningkatkan profesionalismenya. Jika secara individu para guru belum bersedia atau berupaya untuk itu maka pemerintah semestinya punya mekanisme untuk itu.
Semoga menjawab pertanyaan Anda.
Fadli
Apr 02, 2009 @ 16:58:14
Saya sdh lama dgr ttang film laskar plangi. Tpi hari ini sy baru mnont
desta
Agu 16, 2009 @ 10:47:46
this film is fantastic
full about love….
like is silk
with education ibu musliumah give all her live for all children in there
i love “LASKAR PELANGI”
a LOVE IBU muslimah
» WELCOME TO BELITUNG, #WONDERFULECLIPSE
Mar 31, 2016 @ 02:54:02