Mengunjungi India (Part 6) : Belajar ke India Yok…!

3 Komentar

Amity University, Uttar Pradesh. dok. pribadi

Amity University, Uttar Pradesh. dok. pribadi

Ini bagian paling penting dari tulisan saya tentang India karena untuk tujuan inilah saya diajak ke India oleh Pak Dadang (dan Stikom Bali diundang oleh Pak Son Kuswadi, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia di India). Kami diundang ke India utk menjajagi kemungkinan menjalin kerjasama di bidang pendidikan dengan pemerintah India. Seperti yg telah saya sampaikan sebelum ini, melalui Dubes India, Ambassador Andi M Ghalib, telah berhasil dilakukan beberapa MOU, di antaranya di bidang pendidikan, antara pemerintah Indonesia dan India. Pemerintah India melalui beberapa perguruan tingginya kemudian menawarkan beasiswa bagi lulusan SMA/SMK Indonesia yg mau melanjutkan studi ke India. Selain itu ditawarkan kerjasama antar perguruan tinggi India dan Indonesia. Untuk itulah Stikom Bali diundang utk melihat potensi kerjasama yg ada di India. Tapi karena kunjungan ke lembaga pendidikan yg ada di New Delhi dan Bangalore adalah atas nama kedutaan Indonesia maka kami juga berkunjung ke NCERT yg sebetulnya mengurusi K-12 (Kindergarten to Grade 12). Dalam kunjungan ke NCERT dan beberapa perti ini Pak Son selalau mengenalkan saya sebagai utusan dari IGI (Indonesian Teacher Association). :-) Jadi boleh dibilang bahwa saya mewakili IGI dalam kunjungan resmi tersebut. Mereka juga senang bahwa ada perwakilan dari organisasi guru Indonesia yg datang dalam rombongan kedutaan Indonesia.
Selain ke NCERT yg direkturnya baru tersebut (seorang professor wanita yg penampilannya begitu sederhana sehingga mencengangkan istri kami yg ikut hadir), kami berkunjung ke beberapa kampus yaitu ke Amity University di Uttar Pradesh, sekitar 1 jam perjalanan dr New Delhi, International Information Institute of Technology-Bangalore (IIIT-B), International Institute of Management (IIM) dan Dayananda Sagar Institute (DSI) di Bangalore. Di semua tempat yg kami kunjungi kami diterima dengan sangat baik dan dengan segala kerendahan hati dan keramahan dari tuan rumah. Selain itu kami bahkan dikunjungi oleh perwakilan NIIT di kantor kedutaan Indonesia karena kami membatalkan kunjungan kami ke kampus mereka di New Delhi karena ada janji lain utk mengunjungi Amity University di Uttar Pradesh, sekitar 1 jam perjalanan dari New Delhi. Mereka semua menjanjikan utk membantu kami APA PUN yg kami butuhkan demi terjalinnya kerjasama di bidang pendidikan antara India dan Indonesia. Mereka akan menyesuaikan diri dengan apa pun kebutuhan kami di Indonesia. At anything possible. Kami sampai tercengang menemui keramahan dan kemurahan hati ala India seperti ini. Begitu besar dan hebat tapi toh begitu rendah hati dan pemurah. Saya tidak yakin kita bisa menandingi mereka dalam hal ini. Saya bahkan tidak tahu apa yg dijanjikan oleh pemerintah Indonesia kepada mereka sebagai gantinya dalam MOU yg ditandatangani tsb. Apa yg bisa kita janjikan bagi pendidikan mereka yg jelas jauh lebih unggul tersebut?

India jelas raksasa dalam banyak hal termasuk dalam pendidikan. Perti di India juga jelas lebih maju ketimbang perti di Indonesia. Kuliah mereka sepenuhnya dalam bahasa Inggris karena tidak mungkin menyelenggarakannya dalam bhs lokal yg begitu banyak jumlahnya. Hal ini membuat mereka dengan mudah mengakses dan memberi kontribusi pada dunia akademik secara langsung tanpa hambatan bahasa sama sekali. Buku-buku sangat murah dan perpustakaan mereka besar dan komplit. Bahkan toko buku di kampus pun menjual buku-buku yg begitu lengkap sehingga Pak Son yg dosen bidang Robotik di Fakultas Elektro ITS memborong buku-buku tentang Engineering Control yang katanya sulit didapatkan di Indonesia. Itu pun harganya sangat murah. Para professor dan PhD mereka rata-rata lulusan AS dan Inggris atau punya pengalaman bekerja di LN. Bahkan katanya saat ini satu di antara lima CEO perusahaan raksasa dunia di AS adalah orang India. Jadi eksekutif India benar-benar sudah mendunia. Bahkan sebenarnya Bangalore yg katanya Silicon Valleynya India adalah kota industri yg dibangun oleh para industriawan dunia karena melimpahnya SDM berkualitas dari perti yg ada di sana. Jadi industri dalam berbagai bidang didirikan di kota Bangalore karena memang tenaga ahlinya melimpah.

Berikut ini kampus yang kami kunjungi.

NIIT
NIIT adalah sebuah perusahaan terbuka yg memiliki banyak bidang usaha. Ia dibangun pd tahun 1981 sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan IT di Mumbai (dulu Bombay) dan Chennai (dulu Madras). Lembaga ini berkembang begitu cepat dan punya cabang di Bangalore, New Delhi, Kolkata, Hyderabad, Pune, dll. Saat ini NIIT telah berkembang menjadi perusahaan dan institusi berbagai macam dan punya cabang di 40 negara, termasuk Indonesia. Pada tahun 1993 penghasilan internasionalnya saja mencapai Rs 50 juta dan dijadikan PT yg sahamnya dijual ke umum (berkembang menjadi US$ 224.1 juta pada tahun 2009). Pada 1997 NIIT berkolaborasi dg pemerintah China utk menyediakan pendidikan TI di China. NIIT juga berhasil mendapatkan status khusus di Malaysia Multimedia Super Corridor. Pada 2006 NIIT berhasil mendapatkan proyek jutaan dollar dengan berpartner dengan Singapore’s Defence Science and Technology Agency (DSTA) utk menyediakan pengembangan outsourcing pd pemerintah Singapore. Perusahaan-perusahaan TI raksasa macam Microsoft, Sun Microsystems, Intel, dll tidak segan-segan utk menjalin kerjasama pelatihan dg NIIT. Saat ini NIIT telah menjadi perusahaan TI, Business Process Outsourcing, Banking, Finance and Insurance, dll dengan jumlah siswa sekitar 5 juta orang setahun! Meski demikian besarnya NIIT masih bersedia utk mendatangi kami di kantor Kedubes Indonesia sekedar utk mempresentasikan dirinya dan mengajak kami bekerjasama.

AMITY UNIVERSITY
Amity University adalah sebuah perguruan tinggi swasta terkemuka di Uttar Pradesh yg dibangun di atas 1000 hektar tanah. Amity yg mendapat peringkat nomor satu utk PTS (Education Times) memiliki sekitar 80.000 mahasiswa dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 3.500 org dan 240 program. Untuk itu Amity memiliki 600 MBPS broadband connectivity pada lebih dari 4.000 komputer yg dimilikinya. Kampus ini memiliki asrama mahasiswa yg bisa menampung ribuan mahasiswa.
Amity Business School-nya mendapat peringkat ke 7 di antara semua sekolah bisnis oleh dunia korporasi (Business Today). Tidak mudah utk bisa masuk ke Amity karena hanya pelamar terbaik yg bisa diterima di perti ini. Perti ini secara berkala mengadakan CEO Dinner Series yg dihadiri oleh 1500 CEO dari seluruh dunia. Amity telah berhasil mengadakan atau bekerjasama dengan lembaga lain lebih dari 300 seminar.
Amity menawarkan beasiswa bagi calon mahasiswa berbakat dari Indonesia utk belajar di kampusnya yg megah tersebut. Sebuah tawaran yg tidak boleh disia-siakan.

IIM
Indian Institute of Management (IIM)
Kampus IIM yg rindang dan rimbun seperti hutan berdiri di atas tanah seluas 100 hektar di Bangalore. Infrastrukturnya bernuansa internasional dan telah berdiri sejak 1973. Kampus ini tidak menawarkan program undergraduate dan hanya memiliki program Post Graduate Program in Management (PGP), Software Enterprise Management (PGSEM), Public Policy and Management (PGPPM), dan Fellow Programme in Management yg merupakan program doktoral atau disebut Executive Post Graduate Programme in Management (EPGP).
Kampus ini sangatlah prestisius karena dari 200.000 pelamar hanya 375 mahasiswa yg diterima.

IIIT-B
The International Institutes of Information Technology-Bangalore (IIIT-B) didirikan oleh pemerintah Karnataka dan industri IT pada tahun 1999. Model pendidikannya unik karena memadukan antara pendidikan, riset, dan interaksi dg dunia industri sehingga memadukan budaya akademis dan budaya perusahaan. Pada tahun 2007 IIIT-B mendapatkan penghargaan sebagai Best IT Export Award atas program innovative employment-nya.

DAYANANDA SAGAR INSTITUTES (DSI)
Kampus lain yg kami kunjungi adalah DSI yg merupakan kampus dari beberapa institusi pendidikan seperti Academy of Technology, Business Academy, Business School, College of Engineering, College of Management and Information Technology, College of Pharmacy, dan Institute of Technology. DSI menyelenggarakan baik program courses, diploma, undergraduate, master degree, dan doctoral programs.
DSI berdiri pada tahun 1979 di atas 32 hektar tanah di Bangalore Selatan yg berbukit dan memiliki banyak mahasiswa asing. DSI bermitra dengan banyak universitas di AS, Inggris, China, Nepal, Finlandia dan United Arab Emirates. Selain program Diploma 3 tahun, DSI juga menawarkan belasan program Degree (Sarjana) dan program Master. Programnya begitu beragam mulai dari teknologi, enjinering, pendidikan, TI, administrasi dan bisnis, kesehatan, keperawatan, manajemen hotel, sampai teater, seni dan musik.

Semua kampus tersebut memiliki fasilitas, sarana-prasarana, dan mutu pendidikan yg tinggi meski biaya pendidikan mereka jauh lebih rendah daripada perti yg sama di negara lain. Best Quality with the Lowest Price, itu prinsip mereka. Mereka juga menyediakan kursus bhs Inggris bagi calon mahasiswa sebelum ikut dalam program degree mereka.

Dalam pertemuan tersebut mereka semua menawarkan kerjasama dalam berbagai bentuk. Dr. Janardhan dari DSI bahkan mengundang beberapa kepala sekolah dari Indonesia utk mengunjungi kampusnya utk melihat sendiri seberapa bagus mutu pendidikan institusinya. Para kepala sekolah tersebut akan dijemput di bandara dan diinapkan di fasilitas kampusnya selama kunjungan tersebut. Tentu saja ini tawaran menggiurkan yg tidak boleh dilewatkan. Stikom Bali akan mengundang beberapa kepala sekolah yg bersedia utk diajak berkunjung ke India, Malaysia, dan Singapura pada bulan Maret nanti.

Anda ingin ikut…?!

Referensi :
http://en.wikipedia.org/wiki/National_Council_of_Educational_Research_and_Training
http://www.iimb.ernet.in/
http://www.amity.edu/default.asp
http://en.wikipedia.org/wiki/International_Institute_of_Information_Technology,_Bangalore
http://en.wikipedia.org/wiki/NIIT
http://www.dayanandasagar.edu/

MENGUNJUNGI INDIA Part 5 : TAJ MAHAL, How Beautiful and Grand Your Love?

Tinggalkan komentar

Taj mahal.dok.pribadi

Taj mahal.dok.pribadi

Acara kami hari ini adalah mengunjungi Taj Mahal, sebuah musolleum atau istana yg dibangun khusus utk tempat makam Ratu Mumtaz Mahal dan Raja Syah Jahan, Kaisar Mongol kelima. Musoleum ini selesai dibangun pada tahun 1643 sebagai tanda cinta yang sangat mendalam dari sang Kaisar terhadap Ratunya. Musoleum ini adalah bangunan terhebat di dunia yg dibangun utk menunjukkan kebesaran cinta seseorang pada istrinya. Jadi jika ada di antara kita yang sudah merasa hebat karena mampu membelikan mobil baru bagi istri kita, sebaiknya kita datang dan melihat betapa besar kecintaan Sang Kaisar Mongol ini pada istrinya. Apa yg telah kita lakukan utk menunjukkan kecintaan kita pada istri kita tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yg telah dilakukan oleh Shah Jahan terhadap istrinya, Mumtaz Mahal (yg lama-lama cuma disebut Taj Mahal). Begitu hebatnya persembahan ini sehingga menghasilkan separoh devisa negara India dalam bidang pariwisata. Katanya penghasilan pemerintah India di bidang pariwisata itu sekitar 80 trilyun tapi separohnya hanya dari Taj Mahal ini. Artinya berkah dari kecintaan Shah Jahan pada istrinya ini bisa dinikmati oleh 1,1 M penduduk India, khususnya penduduk New Delhi, Agra dan sekitarnya sampai detik ini.

Kaisar pertama Mongol (Mughal or Moghul) adalah Babur. Babur adalah keturunan Tamerlane (Timurlenk) yg menyerbu India pada tahun 1398. Dari garis ibunya Babur adalah keturunan Jenghis Khan (Chingiz Khan). Taj Mahal adalah sebuah tujuan wisata yg harus dikunjungi jika ke India. Taj Mahal adalah ikon tourisme bagi India yg setiap harinya bisa menerima 25 ribu pengunjung. Winter seperti ini adalah saat paling tepat (peak season) bagi pengunjung karena kalau musim panas suhu udara di India bisa mencapai 48 derajat Celsius. Tentu akan melelahkan berjalan di bawah suhu sekian.

Taj Mahal terletak di kota Agra yang berjarak sekitar 5 jam perjalanan dari Delhi. Oleh sebab itu kami putuskan utk berangkat sepagi mungkin dari hotel. Kami akan ditemani oleh Habibi, staf Pak Son, yg pernah studi di India sehingga bisa berbahasa Hindi sedikit-sedikit. Kami rencanakan utk makan pagi jam 6 pagi dan setelah itu berangkat. Ternyata makan pagi di hotel baru siap jam 7 pagi dan jika kami ingin makan lebih pagi kami akan dikenai biaya. Tentu saja kami memilih utk mengundurkan jam makan pagi kami ketimbang harus bayar lagi.

Masjid sebelah Taj Mahal. Kami sempat sholat disini. dok. pribadi.

Masjid sebelah Taj Mahal. Kami sempat sholat disini. dok. pribadi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Selepas sarapan (sambil membungkus beberapa roti dan kue utk bekal di perjalanan) kami berangkat ke Agra. Jalanan ke Agra padat, bising dan semua kendaraan saling serobot. Jika Anda mengira prilaku pengendara di jalanan di kota-kota besar di Indonesia kurang ajar dan tidak disiplin, Anda perlu datang ke India. India is incredible. Pengendara di India jauh lebih trampil dalam menyerobot. Hanya ada satu aturan di India, yaitu tidak ada aturan. :-) . Setiap pengendara, mulai dari pengemudi truk, mobil van, bajay, motor, sepeda, gerobak, saling membunyikan klakson utk minta hak menyerobot jalan di depannya. Dan mereka melakukannya dengan kecepatan tinggi tanpa harus menyenggol satu sama lain. Mereka begitu lihainya bermanuver sehingga kami benar-benar kagum dengan ketrampilan mereka. Jarak antar kendaraan benar-benar mepet sehingga seolah sudah menempel. Ini seperti ikut serta dalam sebuah tim akrobat jalanan…dan tetap selamat! Pokoknya jika Anda menginginkan sebuah perjalanan yg full adrenaline saya rekomendasikan perjalanan darat New Delhi – Agra. Dijamin puas…! :-)

Amity University, Uttar Pradesh. dok. pribadi

Amity University, Uttar Pradesh. dok. pribadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ketika mobil kami berhenti sejenak tiba-tiba datang seorang pemuda membawa seekor monyet dan kemudian beratraksi di samping mobil kami. Karena melihat atraksi tsb kami kemudian mengambil fotonya. Tapi begitu selesai memfotonya tiba-tiba si pemuda menuntut 200 rupee utk foto-foto tsb. Dia ngotot dan bersikeras bahwa kami harus membayarnya. Setelah tawar menawar dengan Pak Bagus akhirnya ia mau menerima Rs 100. Selesai dg Pak Bagus ia kemudian mendatangi saya menuntut sejumlah yg sama. Saya pura-pura tidak melihatnya. ‘You, Sir! You took picture. You must pay.’ teriaknya sambil mengetuk-ngetuk kaca jendela. Saya pura-pura tidak mendengar dan melihatnya. Ia terus berteriak-teriak dan mengetuk-ngetuk entah berapa lama. ‘Mau memeras saya, heh…?!’ Kata saya dalam hati. ‘You scare me not. Ayo kuat-kuatan karo arek Suroboyo…!’. Entah berapa menit adu urat syaraf berlangsung tapi akhirnya ia menyerah dan pergi.

Kantor Kementrian. dok. pribadi.

Kantor Kementrian. dok. pribadi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Begitu sampai di terminal Taj Mahal di Agra kami langsung disambut oleh guide kami, Rajesh. Rajesh telah menjadi guide di Taj Mahal selama 11 tahun dan ia bisa menjelaskan Taj Mahal dengan bagusnya seolah ia pernah menjadi salah seorang pekerja yg membangun musoleum tersebut. Katanya Taj Mahal, yang artinya Mahkota Ratu, dibangun pada abad 17 selama 22 tahun oleh sekitar 20 ribu pekerja. Taj Mahal ini begitu indah dan mengagumkan sehingga menjadi salah satu World Heritage Unesco.

Taj Mahal dibangun oleh Shah Jahan raja Mongol yg berkuasa pada abad 17 dan didedikasikannya utk menghormati istrinya tercinta Mumtaz yg meninggal pada saat melahirkan anak yg ke sekian (saya lupa detilnya). Arsitekturnya sangat maju utk ukuran peradaban pada abad 17. Seluruh bangunan setinggi 81 meter yg megah tersebut terbuat dari marmer kualitas terbaik. Artinya teknologi utk membuat dan menghaluskan marmer telah dikuasai oleh bangsa India pada tahun tersebut. Saya langsung mencoba membayangkan seberapa canggih peralatan yang telah mereka miliki pada saat itu. Utk mengangkat potongan marmer sebesar dan seberat itu jelas butuh teknologi. Hiasan dindingnya bukanlah ukir-ukiran tapi potongan batu-batu berharga yg ditanam dan dipoles sehingga tidak akan bisa luntur. Hiasan pada tembok bagian atasnya berkilau ketika terkena sinar matahari dan bulan purnama dan sangat mengesankan. Konon puncak menaranya dulu terbuat dari emas murni tapi kemudian diambil dan diganti oleh kerajaan Inggris yg menjajah India. Karena Shah Jahan adalah Kaisar kerajaan Islam maka Taj Mahal berhiaskan kaligrafi ayat-ayat suci Al-Qur’an, di antaranya adalah Surat Al Fajr, Surat Yasin dan Al-Mulk.

Syah Jahan adalah raja Mongol yg beragama Islam jadi ia juga membuat masjid di samping bangunan Taj Mahal. Tapi masjid itu tidak digunakan utk sholat lagi bagi penduduk sekitar kecuali pada hari Jum’at. Pada hari Jum’at masjid tersebut dibuka utk sholat Jum’at. Meski demikian kami sempatkan utk sholat jama’ah di masjid Taj Mahal. Kami berwudhu di kolam depan masjid yg airnya sudah berlumut karena bukan air yg mengalir. Tapi air tersebut tentu masih suci karena jumlah volumenya lebih dari 2 qullah.

Kami kembali ke New Delhi setelah makan siang di sebuah restoran India yg juga menyediakan international menu. Menu Lamb Roastnya begitu maknyus sehingga kami memesan lagi utk dimakan beramai-ramai.

Kami tiba di hotel pada pukul 10 malam dan langsung tidur karena sudah terlalu lelah utk keluar dari hotel lagi.

New Delhi, 10 Januari 2012
Salam
Satria Dharma

Mengunjungi India (Part 4) : The Exotic (and Awakening) Delhi

2 Komentar

MENDARAT DI DELHI

Begitu keluar dari bandara Indira Gandhi, New Delhi, kami langsung diantar menuju Hilton Hotel di mana kami akan menginap selama di Delhi. Hilton Hotel terletak di Janakpuri District Centre Complex di pinggir kota dan berjarak sekitar 30 km dari bandara. Meski cuaca berkabut tapi kami bisa melihat suasana kota yg kami lewati. Delhi jelas bukan sebuah kota kosmopolitan seperti yg kita bayangkan dari sebuah ibukota negara maju. Delhi adalah sebuah kota besar dan padat tapi masih baru mulai menggeliat. Bangunan-bangunan tua, kotor dan kumuh berserakan seolah berdiri tanpa perencanaan dan tanpa estetika. Kesan langsung yg kami dapatkan adalah Delhi adalah sebuah kota besar yg tua, kotor, kumuh dan tertinggal. Seorang teman berkomentar,: “Kok kayak nggak di luar negeri ya…?! Ini sih kayak di Lumajang.” Saya tertawa ngakak mendengar komentarnya. New Delhi is a metropolitan to be. New Delhi, seperti juga India, adalah raksasa besar yg baru bangun dari tidurnya sehingga memang belum selesai menata kotanya. Tapi lima tahun terakhir ini terjadi percepatan pembangunan yg sangat mengesankan di India. Tentu tidak selayaknya jika kita membandingkannya dengan kota negara lain yg sudah lama maju seperti Hongkong, Beijing, Perth, Singapore, Kuala Lumpur atau bahkan dengan Jakarta. Jakarta dengan segala kekumuhan yg disimpannya masih jauh lebih kosmopolit ketimbang New Delhi. Kalau mau melihat kota yg kosmopolit pergilah ke Mumbai, kata mereka.

Persis seperti kata Bu Pangesti, membunyikan klakson adalah kebiasaan para pengendara motor dan mobil di jalanan. Biasanya kita hanya membunyikan klakson kalau marah tapi di sini adalah hal biasa. Rupanya mereka punya prinsip ‘Horn, please!’ yang bahkan tertulis di belakang bak truk yg lewat sehingga membunyikan klakson adalah semacam sapaan. Tapi bagi kami yg baru datang teriakan bunyi klakson yg sahut menyahut terasa seperti orang yang saling melontarkan kemarahan satu sama lain. Untungnya saya berasal dari Surabaya yg warganya juga temperamental dan terbiasa mendengar ekspresi seperti ini sehingga tidak terlalu terganggu.

Sebelum masuk ke hotel kami diajak makan ke restoo KFC yg berada satu lingkungan dg Hilton Hotel. Resto KFC tersebut berada dalam kompleks pertokoan Janak Place Shopping Centre dan utk memasukinya kami diperiksa satu persatu seperti memasuki bandara. Meski sebenarnya KFC adalah resto waralaba internasional tapi nampaknya KFC yg kami masuki agak di bawah standar jika kita bandingkan dengan yg ada di tanah air. Rasanya seperti masuk KFC KW2 laiknya. Menunya juga berasa lokal. Nasi mereka bukan nasi putih tapi nasi kuning seperti nasi briyani. Katanya nasi mereka ditanak dengan cara berbeda dari kita dengan tujuan membuang glukosanya. Dengan demikian nasi itu aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Tapi tentu saja rasanya jadi hambar dan tidak pulen spt nasi kita. Meski pun sama-sama suka makan nasi nampaknya soal selera kita punya perbedaan dengan mereka. Nasi mereka terasa apek dan kata Pak Son bukan berarti beras mereka berkualitas buruk tapi mereka memang suka beras yg berbau agak apek. Mereka memiliki beras yg berkualitas tinggi yang justru disebut Korean Rice karena disukai oleh orang Korea. Harga beras di India lebih murah sehingga diekspor ke mana-mana, termasuk ke Indonesia. Tapi kita mengimpornya lewat negara lain seperti Vietnam dan Thailand sehingga menjadi lebih mahal. Seandainya kita bisa mengimpor langsung dari India maka tentu harganya lebih murah. Dan itulah yang sedang dijajaki oleh pihak Kedutaan Besar Indonesia di India.

Menu Twister yg kami pesan ukurannya hampir dua kali lebih besar drpd ukuran biasanya di Indonesia. Rasanya juga sedikit berbeda. Anehnya, meski cuaca sangat dingin tapi mereka tidak menyediakan hot drinks. Jadi kami tetap minum soft drink dingin di cuaca yg 13 derajat Celsius itu.

Hotel Hilton tempat kami menginap adalah hotel bintang lima dengan fasilitas yg lengkap dan sama dg yg kita dapatkan di Indonesia. Minimal ada standard yg sama dg di negara kita. Meski demikian tarifnya lebih tinggi dibandingkan dg di Jakarta. Tarif kamar kami semalam adalah sekitar Rs 10.000 atau sekitar 1,7 jt per malam. (Gile…! Tahu gitu aku minta mentahannya aja trus tidur di kantornya Pak Son. Lumayan utk beli oleh-oleh kain Sari)

Suhu kamar disetel 22 derajat C tapi selimut yg disedikan terasa sungguh hangat. Saya mencari petunjuk arah kiblat tapi tidak ketemu. Akhirnya saya putuskan utk mengira-ngiranya saja. Begitu selesai sholat jamak Maghrib dan Isyak saya langsung masuk ke dalam selimut dan tidur mlungker sampai Subuh.

NAMASTE DELHI…!

Saya bangun sebelum jam 5 pagi dan tidak bisa tidur lagi. Rupanya jam biologis tubuh saya tetap bekerja mengikuti jam biologis di tanah air. Kalau pakai waktu di Balikpapan itu memang berarti sudah jam setengah delapan pagi dan saya memang tidak mungkin masih leyeh-leyeh di kasur pada jam segitu. Wayahe kerjo rek!

Pukul 7 Delhi masih gelap berkabut dan kota belum bangun. Hanya ada satu dua kendaraan yg lewat (dan tetap membunyikan klakson!). Saya bertanya-tanya dalam hati jam berapa mereka mulai bekerja dan baru paham setelah diberitahu oleh Pak Son bahwa kami bangun terlalu pagi. Subuh masuk pada jam 05:52 pagi ini (dan itu berarti saya sholat Subuh terlalu awal tadi). Dari waiter restoran kami diberitahu bahwa pada musim dingin seperti ini perkantoran dan sekolah dimulai pada pukul 9.

Cuaca di musim dingin di Delhi bisa mencapai 4 derajat Celsius dan cuaca benar-benar dingin begitu kami keluar dr hotel. Rasanya seperti ditampar dengan seember air es. Meski demikian ternyata ada 3 juta penduduk yang tidak punya rumah dan terpaksa tidur di trotoar jalan dalam gubug-gubug terpal…! Saya melihat gubug-gubug ini berjajar di trotoar-trotoar jalanan yg kami lewati. Sebuah pemandangan yg mengiris hati. Dalam hati saya berdoa untuk rakyat India. Angka 3 juta itu saya peroleh dari koran The Times of India yg diantar ke kamar (tapi 3 juta orang di antara 1,1 milyar berarti kurang dari 0,3% populasi penduduk India). Jika masalah tempat tinggal yg merupakan kebutuhan dasar hidup saja belum bisa diperoleh dan masih merupakan masalah yg akut bayangkan masalah-masalah sekunder lainnya seperti kebersihan, ketertiban, disiplin, keindahan, estetika, dll. Di mana-mana kotoran berserakan dan seolah tak ada petugas kebersihan yg mengurusi masalah kebersihan ini. Sopir bajay dengan enaknya berhenti dan kencing di pinggir jalan di tengah keramaian lalu lintas. Kencing di sembarang tempat rupanya merupakan kebiasaan bagi penduduk Delhi dan bisa kita temukan sepanjang perjalanan kami. Katanya penduduk Delhi bersaing dengan anjing utk ‘menguasai’ teritori. Anjing biasa kencing di sebuah area utk menandai teritorinya dan penduduk Delhi tidak mau teritorinya dikuasai oleh mereka. :-) Bukan hanya anjing yang berkeliaran tapi babi dan sapi juga ikut roaming freely seperti Flexi. Sapi dengan santainya menyeberang jalanan tanpa ada pengawalan dan para pengendara yang paling ugal-ugalan pun mesti menghormatinya dengan memberi mereka jalan lewat. Katanya dulu sebelum merdeka umat Islam masih bebas makan daging sapi. Tapi begitu India merdeka mereka mengharamkan sapi disembelih dan dimakan dagingnya. Jadi jangan coba-coba cari menu Beef di sini. Sapi adalah binatang suci (dan lebih dihargai ketimbang manusia).

Toilet-toilet berbau pesing karena tidak disiram, bahkan di kantor institusi pemerintah seperti National Council Research and Training (NCRT) yang kami kunjungi. Padahal ada belasan professor doktor yg bekerja di sana dan mestinya juga menggunakan toilet yg sama. Tapi toh mereka belum mampu menyelesaikan masalah sepele seperti toilet berbau pesing tersebut. (Or is it really a problem to them…?!) Sekarang saya baru sadar bahwa jika untuk kebutuhan dasar saja India masih kesulitan untuk memenuhinya maka masalah inefisiensi kerja seperti yg ditunjukkan petugas imigrasi bandara adalah masalah yg masih jauh utk bisa diselesaikan. I pray for India.

Pagi ini agenda kami adalah berkunjung ke NCRT yg merupakan lembaga independen yg mengurusi standarisasi mutu pendidikan. Sebelumya kami mengunjungi kantor KBRI yg terletak di komplek kedutaan di tengah kota. Rupanya semua kantor kedutaan berada di satu area besar dan KBRI sendiri menempati area seluas 2,5 ha. Sebetulnya dulu Indonesia diberi lahan seluas 5 ha di jaman Sukarno karena Jawaharlal Nehru Perdana Mentri pertama India sangat dekat dan akrab dg Presiden Sukarno. Tapi ketika terjadi gejolak politik dan Indonesia berpihak pada Pakistan (yang merupakan negara Islam) maka ‘jatah’ tanah Indonesia dipotong separoh! Sekarang kompleks kedutaan Malaysia lebih luas daripada Indonesia. Sekedar informasi, meski pun umat Islam India memisahkan diri dari India dan mendirikan negara sendiri, Pakistan, tapi umat Islam di India tetap lebih banyak daripada di Pakistan. Bahkan ada rumor bahwa jumlah umat Islam di India sebetulnya lebih besar daripada statistik resmi. Statistik resmi sekitar 13% tapi ada yg bilang sebetulnya sdh mencapai 20%. Jika itu betul maka sebenarnya India adalah negara muslim terbesar di dunia dan bukan Indonesia!

INDIA, THE AWAKENING GIANT

Dari Pak Son kami mendapat banyak informasi ttg India yg menarik. Menurut Pak Son India adalah raksasa ekonomi dunia yg baru bangun dan saat ini pertumbuhan ekonominya bertahan pada angka 8%, lebih tinggi drpd Indonesia. Negara mana pun pasti berkepentingan utk bisa berhubungan dg negara besar yg menjadi raksasa ekonomi dunia. Jadi jika Indonesia mampu menjalin kerjasama ekonomi langsung dg raksana ekonomi dunia maka jelas Indonesia akan diuntungkan. Banyak sekali potensi bisnis yg bisa dimanfaatkan Indonesia dan hubungan baik harus dimulai sejak awal. India itu bak OKB yg akan semakin kaya kelak. Jika kita telah bersahabat sejak awal tentulah hubungan persahabatan tsb lebih erat ketimbang kita mendekatinya ketika India sudah benar-benar kaya dan menjaga jarak memilih-milih teman.

Di bidang pendidikan, sains dan teknologi India jelas jauh lebih hebat ketimbang kita. Rating perti mereka lebih tinggi ketimbang kita. Mereka bahkan pernah memenangkan nobel di bidang sains. Sebuah perguruan tinggi yg dikunjungi oleh rektor ITB baru-baru ini membuat malu pak rektor karena ternyata dosen-dosen mereka mampu meloloskan international paper jauh lebih banyak drpd ITB yg merupakan perti teknik terbaik Indonesia. Dosen mereka mampu membuat 3 – 4 makalah ilmiah internasional setahun sedangkan dosen ITB sebaliknya hanya rata-rata satu kali dalam 3-4 tahun! Lepas dari kemampuan bhs Inggris mereka, budaya dan kinerja akademik mereka di bidang keilmuan memang sudah kelas dunia. Jumlah paten yg dihasilkan oleh satu perti tersebut bahkan lebih besar ketimbang semua paten yg dihasilkan oleh perti se Indonesia! Semua perti mereka kelas dunia tapi kampus dan sarpras mereka sangat sederhana. Tak ada kampus yg menojolkan kesan mewah dan bahkan kantor Rektor University of Bangalore yg memiliki sekitar 300.000 mahasiswa sangat sederhana dan bahkan minim utk ukuran STIKOM Bali sekali pun. Meski demikian mereka memiliki mentalitas mandiri yg luar biasa. India Institute of Management (IIM) yg merupakan PTN tidak lagi meminta subsidi dari pemerintah karena sudah bisa mandiri secara finansial. Ini tentu berbeda dg PTN kita yg justru berupaya utk mendapatkan anggaran dari pemerintah sebanyak-banyaknya. Tidak pernah terlintas. dalam benak PTN kita utk mandiri meski pun mengenakan biaya pendidikan yg jauh lebih tinggi kepada mahasiswanya ketimbang perti di India. Lantas ke mana larinya dana pendidikan tersebut ya? Kok mutu pendidikan kita justru kalah jauh dengan India? Mereka memang punya prinsip utk menyelenggarakan pendidikan dengan ‘highest quality with cheapest price’ dan menghasilkan lulusan yg memiliki kemampuan akademik yg tinggi tapi tetap sederhana sementara kita justru ‘high price with whatever quality’. NCERT sendiri membuat buku-buku pelajaran, supplementary readers, pegangan guru dan dijual dengan sangat murah. Buku-buku mereka paling tinggi harganya hanya Rs 30 atau hanya sekitar 5 ribu rupiah pereksemplar (dg kurs Rp. 176,-/ satu Rupee). Bandingkan dg harga buku-buku kita yg bikin siswa miskin tak mampu membelinya. Kita memang perlu belajar dari India dalam hal ini.

MEMBORONG SARI

Setelah berkunjung ke NCERT kami kemudian diajak Pak Son utk mengunjungi pasar lokal Ayna tempat orang berjual kain sari murah. Ini seperti pasar-pasar tradisional kita yg menjual berbagai macam kebutuhan bahan makanan dan juga tekstil. Meski hanya pasar tradisional tapi toko tekstilnya memiliki koleksi kain sari yg begitu indah dan murah sehingga ini seperti mengunjungi surga bagi istri saya. Ia langsung tenggelam dalam gulungan berbagai macam kain sari yg ditumpahkan penjualnya dari atas tanpa henti. Istri saya melahap kain-kain Sari tersebut seperti orang yg menderita dahaga cukup lama. Seperti yg saya perkirakan ia memborong kain sari begitu banyaknya sehingga saya yg harus membawanya merasa mengangkat satu zak semen saking beratnya. Istri saya berjalan tegak menuju mobil dengan wajah berseri-seri. Matanya berbinar-binar dan senyumnya penuh kemenangan karena telah berhasil mengakuisisi sejumlah kain Sari yg dirasanya sangat murah tersebut. Ini jelas sebuah kemenangan besar baginya. Tapi sesampainya di kamar ia menjerit karena setelah dihitung ternyata kain yg dibelinya kurang satu lembar. Ia merasa telah dicurangi oleh penjualnya. Sejak itu senyum puasnya menghilang. Saya yakin bhw ia pasti akan membalas dendam dengan berbelanja lebih banyak lagi setelah ini. I pray for the safety of India!

DIJAMU OLEH DUBES INDONESIA UTK INDIA

Malamnya kami diundang oleh Pak Letjen (Purn) Andi M. Ghalib, Ambassador RI utk India, utk dijamu makan malam di Oberoi Hotel. Ini jelas sebuah kehormatan besar bagi kami karena, kata Bu Son, biasanya tamu-tamu beliau cukup dijamu di kediaman beliau. Kali ini kami diajak utk makan malam di restoran internasional dengan hidangan ala carte (saya biasa memelesetkannya menjadi hidangan ‘apa lu kate’).

Beliau datang bersama Prof MJ Rehman, Senior Vice President Director Amity Educational Institution, sebuah lembaga pendidikan internasional yg memiliki cabang di lima benua. Beliau ingin sekali agar ada perjanjian kerjasama pendidikan yang nyata antara India dan Indonesia. Sebelum ini beliau telah berhasil menggolkan MOU di bidang pendidikan yg ditandatangani oleh Presiden SBY dengan PM India. Bahkan sebenarnya beliau selama masa jabatannya telah berhasil menggolkan MOU dg pemerintah India sebanyak 33 MOU! Sebuah prestasi yg harus ditindaklanjuti dengan kerjasama nyata antar dua negara.

Kedutaan Besar Indonesia sendiri berhasil mencapai prestasi mengagumkan di bawah kepemimpinan Bpk Andi M Ghalib yg dulu pernah menjabat sebagai Jaksa Agung di jaman Presiden Megawati itu. Beliau berhasil mempererat hubungan antara dua negara dan sampai saat ini berhasil melampaui targetnya dalam meningkatkan volume perdagangan antara Indonesia dan India. Pada tahun 2008 ketika pertama kali beliau datang volume perdagangan ke dua negara baru US$ 4 M tapi tahun 2010 lalu melejit mencapai US$ 14 M. Pada saat pertama kali beliau menjabat selama tiga bulan tak ada tamu yg datang ke India tapi kini tamu negara terus berdatangan ke India dan bahkan presiden SBY pun datang utk menjalin hubungan antar negara. Alhamdulillah kami dijamu seperti tamu negara, diantar ke sana ke mari oleh Atase Pendidikan, dan bahkan dijamu sendiri oleh Pak Dubes.

Bagi beliau mslh pendidikan itu sangat penting dan justru nomor 1 dalam prioritasnya. Itu sebabnya beliau ngotot harus ada Atase Pendidikan di India padahal jumlah mahasiswa kita di India hanya sekitar 195 org. Sangat minim mengingat sebenarnya India adalah tujuan belajar yg sangat baik. Pendidikan mereka berkualitas dunia dengan biaya sangat rendah. Bahasa yg digunakan juga bhs Inggris dan penduduk muslimnya juga sangat banyak. Bahkan katanya ada 300.000 masjid di seluruh India. Tapi India memang tidak agresif menawarkan pendidikannya ke luar seperti Eropa, Australia, Amerika, dan bahkan Malaysia. Mungkin karena jumlah penduduk mereka sendiri sudah sangat banyak sehingga merasa tidak perlu mempromosikannya.
Pertemuan kami tutup dengan janji utk menjajagi kemungkinan kerjasama antara Stikom Bali dg Amity Uni.

Shukriya for the courtesy…!

New Delhi, 9 Januari 2012
Salam
Satria Dharma

Mengunjungi India Part 3 : Entering Exotic Delhi

1 Komentar

Kami berangkat ke India dari bandara Ngurah Rai, Denpasar, dengan dipimpin oleh Pak Dadang Hermawan, bos Stikom Bali. Seperti saya, Pak Dadang juga membawa istrinya. Marlowe juga berangkat bersama istrinya. Ditambah dengan Pak Bagus Dharmadyaksa dan Pak Yudi kami jadinya berdelapan. Denpasar hujan deras sejak pagi dan banjir menggenangi jalan-jalan ke bandara. Semua kendaraan berjalan pelan-pelan seolah merangkak. Bandara Ngurah Rai sendiri padat dan macet karena sedang ada pekerjaan perluasan bandara yg baru akan selesai pada tahun 2013. Kalau lihat maketnya bandara ini akan menjadi bandara yg sangat besar kalau jadi nanti. Tapi sampai selesai nanti suasana bandara ini akan jadi semrawut dan macet. Kami sendiri harus berputar-putar utk mencapai pintu keberangkatan internasional di bawah guyuran air hujan yg turun sejak pagi.

Hari ini adalah hari terakhir liburan sekolah di beberapa negara Asia sehingga penerbangan keluar Bali sangat padat. Semua meja counter check-in yg jumlahnya belasan penuh antrian. Banyak penumpang keluarga yg membawa anak-anak dan mereka nampak letih tapi gembira telah menghabiskan liburan mereka di Bali. Beberapa anak dengan bangga memamerkan rambut mereka yg dikepang dan tato temporer di lengan mereka.

Meski ini penerbangan siang tapi pesawat Malaysian Airlines yg kami tumpangi berangkat tepat waktu. Pukul 12:50 pesawat berjenis Airbus yg penuh dengan penumpang ke Kuala Lumpur ini bergerak mundur dan kemudian mengambil posisi utk antri terbang. Kami memang akan transit sebentar di KL dan akan naik pesawat Malaysian Airlines lain yg menuju ke New Delhi (yang biasanya hanya disebut Delhi saja).

Penerbangan Denpasar – KL memakan waktu kira-kira 2,5 jam dan kami mendarat di KLIA pada pukul 15:50. Kami hanya transit sebentar tapi cukup memberi saya waktu utk sholat jamak di sudut ruang tunggu Gate 17 yg bersih dan indah itu. Saya sempatkan juga utk membuka wifi yg ternyata tersedia di seluruh kompleks bandara KLIA. Koneksi mobile saya matikan agar saya tidak kena roaming selama dalam perjalanan. Saya sempatkan juga kirim pesan ke keluarga agar tidak menelpon kami selama perjalanan ini dan kalau ada perlu atau hal yg penting cukup disampaikan via email saja.

Pesawat kami dari KL ke Delhi bergerak mundur pada pukul 16:50 waktu KL dan kemudian masuk ke runway. Tepat waktu! Seandainya saja semua penerbangan domestik kita bisa tepat waktu spt Malaysian Airlines ini. Kalau soal hidangan tentu saja kami lebih memilih Garuda. Hanya ada dua pilihan menu yaitu Chicken atau Veggy. Tidak ada Beef karena MAS tentu ingin menghormati penumpang warga India yg menganggap sapi sebagai binatang suci. Menawari mereka menu daging sapi tentulah akan menyinggung perasaan mereka. Banyak warga India yg vegetarian sehingga disediakan menu Veggy bagi mereka. Saking banyaknya sehingga ada yg mengira orang India itu vegetarian semua. Karena jengkel maka dijawab oleh mereka,” Ya! Bahkan harimau kami juga vegetarian kok!”.

Menu Chicken Curry mereka juga terlalu didominasi oleh kapulaga sehingga berbeda dg Kari Ayam Indonesia. Soal makanan di pesawat tentu saja kami lebih menjagokan Garuda. Malaysian Airlines pakai sendok dan garpu plastik sedangkan Garuda pakai sendok garpu logam. Tentu lain kesannya. Kalau pakai sendok garpu plastik itu rasanya seperti makan di bis antar kota saja. Pramugari MAS juga sama ‘senior’nya dg pramugari Garuda. Ada satu pramugarinya gadis India yg masih muda dan saya lirik name-tagnya tertulis : Rashpreet. Sebuah nama yg mungkin asing bagi kita semua. Ketika di Ngurah Rai saya melihat banyak pramugari dari berbagai maskapai asing. Entah belum terbiasa tapi saya merasa pramugari maskapai domestik kita nampak lebih menarik dan lebih cantik dibandingkan mereka.

Kalau saya lihat di monitor perjalanan KL ke Delhi itu arahnya menuju Barat Daya melintasi Laut Andaman. Jaraknya hampir 5.000 km dan pesawat kami melaju dengan kecepatan lebih dari 900 km/jam. Diperkirakan pesawat akan mendarat pada pukul 19:20 waktu Delhi. Karena ada perbedaan waktu dua setengah jam antara KL dan Delhi di mana KL lebih maju waktunya maka sebenarnya perjalanan KL ke Delhi memakan waktu sekitar kurang dari lima jam. Pesawat Malaysian Air yg kami naiki kali ini berjenis Boeing yg lebih lebar dengan kapasitas sembilan penumpang dalam satu baris. Masing-masing dua penumpang di sisi kiri dan kanan dan lima penumpang di tengah. Posisi saya dan istri berada di tengah sehingga kurang bebas utk bergerak. Saya tidak bisa tidur sepanjang perjalanan kali ini. Mungkin karena tadi dari DPS ke KL saya sempat tidur selama satu jam sebelum dibangunkan utk maka. Supaya tidak bosan saya memilih hiburan yg disediakan di pesawat. Ada layar video berukuran 8 inchi dengan pilihan film atau musik di layar persis di depan masing-masing kursi. Ketika saya buka ternyata ada film ‘Real Steel’, film tentang adu robot dengan bintangnya Hugh Jackman, pemeran Wolverine dalam X Men. Kami sudah menonton film tsb di Balikpapan. Tapi drpd menganggur dan tidak bisa tidur saya menontonnya kembali. Sehabis filmnya saya kemudian memilih lagu-lagu sambil menuliskan catatan perjalanan ini. Tak ada lagu keroncong atau ndangdut. Jadi saya pilih lagu-lagu yg biasa didengarkan oleh anak-anak saya. No problem. I can still enjoy it.

Pukul 18:25 waktu Delhi… Satu jam lagi kami akan sampai. Istri saya sudah mengenakan sweater tebalnya sejak naik pesawat utk persiapan. Ternyata suhu udara di pesawat tidak terlalu dingin meski mereka membagikan selimut. Seperti apa kiranya bandara New Delhi itu? Saya bertanya-tanya.

Pesawat mendarat di Bandara Indira Ghandi New Delhi pada pukul 19:30 dengan sangat mulus. Cukup mengherankan mengingat besarnya tubuh pesawat.

Cuaca yg dingin langsung menerpa ketika kami masuk ke belalai gajah utk menuju ke bandara. Berdasarkan info suhu New Delhi malam ini adalah sekitar 13 derajat Celsius.

Pengalaman yg tidak menyenangkan justru kami terima ketika mengurus Visa On Arrival. Petugas yg mengurus VOA sungguh lelet dan kami butuh waktu hampir 2 jam hanya utk mengurus VOA! Padahal hanya kami yg diurusnya. India yg terkenal sebagai pengekspor 90% software komputer dunia ternyata tidak menggunakan komputer dalam mengurus VOA dan mencatat dokumen kami secara manual satu persatu…! Saya sungguh heran dengan cara kerja mereka yg benar-benar tidak efisien tersebut. Artinya satu orang butuh lebih dari 10 menit utk pencatatan saja. Seandainya itu terjadi di Indonesia saya pasti akan menulis surat protes kepada kantor Imigrasinya. Rasanya pingin saya pisuhi petugasnya saking jengkelnya melihat betapa leletnya mereka bekerja.

Saya tidak mengerti mengapa para petugas Imigrasi India tidak paham pentingnya efisiensi dan kecepatan dalam menghandel urusan para pelancong yg sudah kelelahan karena perjalanan panjang. Pelancong yg kelelahan membutuhkan pelayanan yg cepat, baik, dan menyenangkan agar mendapatkan kesan yg baik dari negara ini. Dengan demikian mereka akan mempromosikan negara ini sebagai tujuan wisata pada teman-teman mereka. Jelas sekali bahwa petugas imigrasi New Delhi tidak paham itu. Pantas saja kalau hanya segelintir wisatawan yg berkunjung ke India. Negara ini masih harus berjuang keras utk mempromosikan negaranya sebagai tujuan wisata.

Tak lama kami kemudian kami dijemput oleh istri Pak Son Kuswadi, Atase Pendidikan Indonesia di India. Pak Son sendiri masih ada acara dg Pak Dubes malam itu. Kami sangat terkesan bahwa Pak Son mengirim istri dan stafnya sendiri utk menjemput kami. Istri dan stafnya bahkan masuk ke tempat kami mengurus VOA. Mungkin karena mereka menggunakan fasilitas sebagai staf kedutaan maka mereka bisa masuk sampai ke dalam. Kami dijemput oleh dua mobil jenis van yang meluncur menembus kota New Delhi yg berkabut.

New Delhi, 8 Januari 2012
Salam
Satria Dharma

MENGUNJUNGI INDIA (Part 2) : Ndhesit Berlagak Khutit

2 Komentar

Long John. Ilustrasi. google.com

Long John. Ilustrasi. google.com

Tulisan saya ttg rencana kami mengunjungi India mendapat beberapa komentar di milis-milis. Salah satunya adalah ttg cuaca di India. Ternyata India tidak memiliki empat musim seperti Eropa yg saya duga. Meski punya empat musim tapi tidak ada musim semi dan musim gugur (Autumn dan Fall) melainkan Summer, Winter, Moonsoon (atau musim hujan), dan Post Moonsoon (malah ada yang bilang enam musim). Dinginnya Winter di India tidak seperti di Eropa dan hanya malam hari saja. Atas saran Mbak Pangesti akhirnya long john saya keluarkan dari koper. ‘Olaopo nggowo long john?’ Katanya,’Ojo ndhesit’. Saya sampai diketawai habis sama Cak Nanang dan bilang saya ini ‘ndesit berlagak kuthit’. Terbayang di benak saya dia ketawa terpingkal-pingkal saking senengnya menemukan kesalahan saya mengira India bermusim empat seperti di Eropa tersebut. Kira-kira sama kalau kita mengira mammoth itu sejenis anjing. Alangkah gembira hatinya kira-kira membayangkan saya salah kostum masuk India! Mungkin ia akan membayangkan saya seperti Benny dan Mice yg masuk Kuta pakai dasi.)

Jadi meski pun di India ada musim dingin tapi tidak seperti di negara Eropa yg bersalju. Tak ada salju di India. Bagi yg pernah berhaji atau umrah pada musim tertentu di Saudi Arabia maka cuaca juga bisa sangat dingin. Jadi ya kira-kira seperti itulah.

Begitu membaca ‘moonsoon’ saya lantas sadar bahwa sebenarnya saya seringkali membaca ttg musim ini di buku-buku. ‘Moonsoon’ bukanlah istilah yg asing bagi saya. Tapi toh saya bisa terlewat memahami di mana musim ‘moonsoon’ itu berada dan mengira bahwa India memiliki empat musim seperti di Kanada. Sebelum ini saya bahkan mengira India itu seperti di Indonesia yg beriklim tropis dan baru sadar bahwa letak India di peta itu di atas Katulistiwa. Tentu saja ini kesalahan guru saya. Somebody must be blamed for this misunderstanding. Hehehe…! Jadi saya menyalahkan guru Geografi saya yg tidak bisa memberi saya pemahaman yang benar tentang letak geografis negara-negara dan iklimnya dengan baik. :-D . Lha wong kalau ditanya Indonesia punya berapa musim saya selalu menjawab,”Banyak, Pak De. Ada musim mangga, musim rambutan Binje, musim layangan, bal-balan, tawuran antar kampung, musim haji, cerai massal, dll. Pokoknya soal musim Indonesia itu topnya.” Orang Jawa punya musim yg unik yaitu musim ‘rendang (rendeng)’ dan ‘ketiga (ketigo)’. Jadi kalau Madigondo diminta menerjemahkan kalimat ‘Yen ketigo udane deres lan angine nggebes’ akan menerjemahkannya menjadi ‘Pada musim Ketiga hujannya deras dan anginnya nggebas.’

Jadi begitu mendengar informasi bahwa kalau siang cuaca tidak terlalu dingin maka koper kami bongkar kembali. Jaket tebal utk musim dingin yg baru saya beli tidak jadi saya bawa. Menuh-menuhin koper aja. Cukup sweater saja. (Mohon kalau ada yg tertarik utk membeli jaket tebal gres saya tersebut segera menghubungi saya. Siapa cepat dia dapat. Warna biru dongker dengan empat saku. Waktu saya pakai rasanya gagah sekali. Serasa jadi Tom Cruise di film terbarunya ‘Ghost Protocol’. Apalagi kalau saya padu padankan dengan topi kerpus berlabel Nike. Wah….TOP BGT…! Saya sampai pangling dengan diri saya sendiri. Seolah perpaduan antara Roy Marthen dengan Kartolo. Wistalah…! Apik…apik! Saya beri diskon khusus. Kalau diibaratkan mobil spedometernya masih 0 km lho! Bisa pakai KPJ (Kredit Pemilikan Jaket) kalau mau.)

Selain soal cuaca saya juga diingatkan teman utk berhati-hati sama penjual India. Mereka itu ahli merayu pembeli, dan juga bisa licik. Lha wong ular kobra saja bisa dirayu utk menari sama mereka kok. Mereka bisa menguber kita utk tawar menawar sampai ke lantai bawah padahal tokonya di lantai dua. Pembeli lugu seperti saya bisa diuntal hidup-hidup. Tapi saya tidak kuatir soal ini. Istri saya itu jagonya tawar menawar. Menawar itu semacam hobi yg dikembangkannya sampai pada tahap master. Saya bahkan sering mengoloknya sebagai ‘Si Raja Tega’ kalau dia sedang menerapkan ilmu menawar tingkat tingginya pada penjual yg sedang sepi pembeli. Jadi ini nantinya tentu akan sangat menarik karena akan menjadi semacam pertarungan atau duel meet antar master. Saya membayangkan jurus demi jurus akan dilayangkan oleh penjual utk menghancurkan pertahanan istri saya dan istri saya akan mengeluarkan semua ilmu menawarnya sambil menjawab, “Nehi…nehi…!”. Sungguh indah membayangkannya…!

Bicara soal pendidikan, India itu paradoksal. Di satu pihak kita bisa melihat bahwa mereka memang hebat dan penduduknya punya budaya belajar yg tinggi. Sekolah-sekolahnya maju karena guru-gurunya juga memiliki kualifikasi yg tinggi. Untuk bisa mengajar mereka harus mengikuti ujian sertifikasi setiap lima tahun sekali. Keinginan belajar masyarakat India sangat kuat karena hidup di India sebenarnya susah dan penuh persaingan. Kalau tidak pintar, ya jadi gelandangan. Demikian katanya. Jadi sekolah adalah sarana untuk menaikkan status sosial dan ekonomi masyarakat. Yang hebat lagi adalah budaya bacanya yang katanya nggak kalah sama org-org Barat. Mereka pandai berargumen, kritis dan suka berdebat mempertahankan opini (Apa saya ketitisan darah India ya…?!). Mungkin kebalikan dengan orang Jawa yg suka mengalah dan tidak mau berdebat.

Tapi di sisi lain kita bisa melihat bahwa India masih menghadapi masalah pendidikan yang besar. Karena India adalah negara raksasa dengan jumlah penduduk lebih dari 1 milyar maka permasalahan mereka juga luar biasa. Dalam pendidikan India menghadapi masalah yang sangat kompleks. Berdasarkan statistik jumlah penduduk yang buta huruf di India masih ratusan juta orang. World Bank menemukan fakta bahwa hampir separoh jumlah penduduk india tidak mengikuti pendidikan di sekolah menengah. Kemampuan membaca rata-rata siswa India juga rendah. Berbeda dengan di india, masalah gender adalah masalah besar di India. Anak perempuan dianggap kurang berharga ketimbang anak laki-laki. Dan ini mempengaruhi tingkat pendidikan anak perempuan di India. Masih sangat banyak anak perempuan yang tidak bersekolah dan otomatis jadi buta huruf. Kata wikipedia, Out of the 24 states in India, 6 of them have female literacy rates of below 60 percent. The rural state Rajasthan has a female literacy rate of less than 12 percent.[63]. Sungguh mengerikan…!

Soal fasilitas sekolah India juga punya masalah besar. Pada sebuah studi pada 188 sekolah SD negeri ternyata 59%-nya tidak menyediakan air minum dan 89%-nya tidak punya WC dan hanya 3,5% sekolah yang membedakan WC laki-laki dan perempuan (tapi kalau mau dibandingkan dengan Indonesia tentu saja kita bakal kelabakan kalau ternyata ditemukan bahwa TAK SATU PUN sekolah SD negeri di kota-kota besar indonesia yang menyediakan air minum bagi siswanya. Urusan air minum siswa nampaknya TIDAK PERNAH menjadi masalah bagi pemerintah Indonesia).
Ada fakta lain yang menarik di india. Diperkirakan bawah pada tahun 2030 jumlah penduduk India akan dapat mengalahkan China yang sekarang jumlah penduduknya sekitar 1,3 milyar. Mengapa demikian? Ternyata ini berhubungan dengan politik negara dan masalah pendidikan. Di China ada aturan yang sangat ketat tentang jumlah anak. Setiap pasangan hanya boleh punya 1 anak. Jadi di China setiap anak itu tidak punya sepupu karena bapak dan emaknya adalah anak tunggal juga. Dengan cara ini China mampu mengerem ledakan penduduknya.

Bagaimana dengan India? India tidak memiliki kebijakan seperti itu. Lagipula katanya ternyata sekitar 50% gadis India menikah sebelum usianya mencapai 18 tahun…! Karena kebanyakan dari mereka tidak bersekolah maka oleh orang tuanya mereka segera dikawinkan saja. Jadi bayangkan betapa produktifnya wanita India dalam menghasilkan anak sebelum usia menopausenya. Hal ini tentu berbeda dengan keluarga yang berpendidikan yang cenderung untuk menunda usia menikah anak-anak gadisnya.

Apakah gadis India cantik-cantik? Aha…! Saya tahu bahwa sampeyan pasti ingin tahu yang satu ini. Jawabnya,”Ya! Gadis India cantik-cantik”. Lha saya kok tahu wong belum sampai di India…?! Gampang Le…! Takono Mbah Gugel. Gadis-gadis India itu telah memenangkan 5 gelar Miss World dan 2 kali Miss Universe…! Salah seorang gadis India yang memenangkan Miss Asia dan sekaligus Miss World yang bernama Aishwarya Rai begitu cantiknya sampai-sampai Julia Roberts, artis Amerika yang dianggap jan uayu tenan itu, mengakui bahwa “Aishwarya Rai is the most beautiful woman in the world”. Grogi dia berhadapan dengan si Aish ini..! Padahal Miss Indonesia Nadine Alexandra Dewi Ames yang katanya cantik uleng-ulengan itu saja gagal masuk 16 Besar Miss Universe 2011 lho…! Lha ndahniyo cantiknya Aishwarya Rai yang katanya sekarang jadi artis film India itu…!

Bicara soal teknologi Informasi…

Karena India adalah raksasa di bidang IT maka India saat ini memiliki 112 juta pengguna internet, ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan Amerika Serikat. (Indonesia sendiri memiliki pengguna internet sekitar 40 juta orang dan merupakan pengguna terbesar ke lima di Asia).

The Internet and Mobile Association of India (IMAI) memperkirakan bahwa 5 sampai 7 juta pengguna baru selalu bertambah setiap bulan dan dengan pertumbuhan seperti ini, India akan memiliki lebih banyak pengguna daripada Amerika Serikat dua tahun ke depan. Bayangkan pertumbuhan ekonominya…! Tapi hal ini juga akan membawa dampak negatif lain yaitu semakin tingginya pengguna yang berpotensi menjadi penyumbang e-mail spam. Saat ini saja India sudah di peringkat pertama utk masalah spammer (dan Indonesia di peringkat kedua…!)

Pejabat pemerintah tidak mungkin bertindak tegas karena India belum memiliki undang-undang antispam. Hal serupa terjadi di Indonesia, seperti yang dikutip dari DailySocial, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No 11 Tahun 2008/UU ITE) tidak secara eksplisit mengemukakan pasal yang berkaitan dengan e-mail spam.

Di bidang pendidikan teknologi informasi India membut langkah besar untuk memajukan dunia pendidikannya. India mengatakan konektivitas ke seluruh mahasiswa dan universitas merupakan kunci untuk mencapai tujuan pendidikan negara itu. Untuk itu India baru-baru ini mengenalkan prototipe laptop berharga 35 dolar sebagai bagian dari program menyediakan konektivitas siswa sekolah dengan gurunya di negara itu. Kapil Sibal, Menteri Pengembangan Sumber Daya Manusia India, menyatakan itu sebagai komputasi dan perangkat akses berbiaya murah. Dikatakannya gadget yang menggunakan layar sentuh itu dilengkapi dengan browser internet, PDF Reader dan juga fasilitas untuk melakukan video conference. Laptop tersebut akan berjalan dengan menggunakan sistem operasi Linux. Nantinya pada tahun 2011, harga gadget tersebut diharapkan dapat turun menjadi sekitar USD20 dan USD10. Gadget yang dikembangkan oleh peneliti di Indian Institute of Technology (IIT) dan the Indian Institute of Science (IIS) ini direncanakan akan dipakai di 18 ribu sekolah tinggi dan 400 universitas. Laptop murah yang diberi nama Sakshat itu merupakan misi nasional pemerintah India yang didanai sekitar 46 Miliar Rupee. Sejumlah penerbit buku juga setuju dengan program ini. Menurut info mereka akan menyumbangkan sebagian teks buku untuk dimasukkan kedalam laptop. Jadi ini memang kolaborasi antara beberapa pihak untuk memajukan mutu pendidikan India dengan lompatan jauh ke depan.

Bagamana dengan Indonesia…?! Sampai hari ini belum jelas bagaimana terobosan pemerintah Indonesia dalam menyiasati pembelajaran teknologi informasi bagi siswa Indonesia khususnya pada penyediaan perangkat semacam ini.

Saya sendiri punya masalah dalam hal komunikasi selama di India nanti, yaitu bagaimana menyiasati agar tagihan BB dan telpon saya tidak bengkak (dan menjebol tabungan saya). Selama ini saya pakai kartu Hallo yg pasca bayar dan setiap kali ke LN tagihan telpon saya selalu tujuh dijit. Ambleg…! Saya belum sempat ke Telkomsel utk mendiskusikannya.
Tapi dari seorang teman saya disarankan untuk membeli nomor di India saja selama di sana dan mematikan nomor Telkomsel saya. Tapi saya kuatir begitu saya pencet yang keluar adalah गलत नंबर
Lha saya bisa repot nanti…!

Wis ya…! Saya tinggal dulu ke India. Jangan berkelahi sepeninggal saya. Kalau dapat rejeki ya dibagi-bagi yang rata. Sampai ketemu di India….! Acha…! Acha…!

Denpasar, 8 Januari 2011

Salam
Satria Dharma

Older Entries